Hendrya Sylpana

INDEF Serukan Dukungan Fiskal untuk UMKM: Mendorong Produksi Bernilai Tambah di Era Prabowo-Gibran

Pengunjung membeli produk UMKM yang dijual pada Bazar UMKM Oktober Meriah di Kota Cimahi, Jawa Barat, Jumat (18/10/2024). ANTARA FOTO/Abdan Syakura/agr/tom. (ANTARA FOTO/ABDAN SYAKURA)--

BELITONGEKSPRES.COM - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menekankan pentingnya dukungan fiskal bagi pelaku UMKM yang berfokus pada produksi bernilai tambah di bawah pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Kepala Pusat Ekonomi Digital dan UKM INDEF, Eisha Maghfiruha Rachbini, mengatakan bahwa dukungan ini sangat diperlukan untuk sektor prioritas, terutama bagi UMKM di industri berbasis produksi bernilai tambah. Hal ini diharapkan dapat mendukung hilirisasi dan orientasi ekspor.

Ia juga menyarankan agar pemerintahan baru memberikan insentif pajak sesuai dengan kapasitas dan fase perkembangan masing-masing UMKM. Ini bertujuan untuk mendorong produktivitas para pelaku usaha.

Eisha menyambut baik rencana pemerintah untuk memberikan pembebasan pajak selama dua tahun pertama bagi UMKM yang baru berdiri dan terdaftar, sebagaimana tercantum dalam Dokumen Asta Cita Prabowo-Gibran. Menurutnya, kebijakan ini dapat menjadi langkah penting dalam meningkatkan formalisasi dan legalitas UMKM.

BACA JUGA:INDEF: Program Makan Bergizi Gratis Dorong Pertumbuhan Ekonomi dan Pemberdayaan UMKM

BACA JUGA:Dampak Program Prakerja terhadap Inklusi Keuangan dan Stabilitas Kelas Menengah Indonesia

Dengan lebih banyak UMKM yang berstatus formal, akses terhadap pembiayaan, sumber daya, pelatihan, dan fasilitas pemerintah akan semakin terbuka.

Prabowo dan Gibran juga merencanakan penurunan tarif PPh 21 untuk mendorong aktivitas ekonomi dan meningkatkan rasio pajak (tax ratio). Eisha berpendapat bahwa kebijakan ini bisa berfungsi sebagai stimulus pertumbuhan ekonomi, terutama di saat daya beli masyarakat cenderung menurun.

“Penurunan pajak diharapkan dapat meningkatkan konsumsi, yang pada gilirannya mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujarnya. Namun, Eisha menegaskan bahwa meskipun PPh 21 diturunkan, penerimaan negara tetap harus menjadi prioritas.

Ia mencatat bahwa rasio pajak di Indonesia masih cukup rendah, sekitar 10 persen, sedangkan pemerintah Prabowo-Gibran menargetkan peningkatan rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi 23 persen. Untuk mencapai target tersebut, peningkatan kepatuhan pajak dan digitalisasi sistem pajak juga harus dilakukan. (ant)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan