Baca Koran belitongekspres Online - Belitong Ekspres

Silalahi Ande-ande

--

Sebelum ke Simalungun –dan sebelum salat Jumat di Silalahi– kami ke monumen leluhur mereka. Kami melewati pusat kampungnya: padat, miskin, dan tidak terawat. Masih terlihat rumah-rumah kuno yang asli Silalahi. Tapi sudah berimpitan dengan bangunan-bangunan semi permanen yang ditempel-tempelkan ke rumah adat itu.

Monumen Silalahi itu sendiri seperti tugu Monas di Jakarta. Lebih kecil. Lebih pendek. Lebih sederhana. Di puncaknya bukan emas 36 kg, tapi sesuatu yang asing di imajinasi saya.

"Itu melambangkan apa?" telunjuk saya menuding ke puncak monumen dan wajah saya menoleh ke Pak Camat di sebelah saya.

"Itu perlambang bunga pisang," jawabnya. Oh...jantung pisang. ''Ontong'' dalam bahasa Jawa. Maknanya: pisang itu terus beranak-pinak sampai turun-temurun. Begitu pula marga Silalahi.

Tapi Anda sudah tahu: ada dua pendapat soal siapa yang berhak menggunakan marga Silalahi. Di satu pihak hanya keturunan Silalahi Raja yang bisa bermarga Silalahi. Silalahi Raja adalah anak pertama sang pemula. Di pihak lain seluruh keturunan Silalahi Sabungan, sang pemula, boleh menggunakannya.

Tapi mereka rukun. Sama-sama menghormati leluhur mereka: Silalahi Sabungan. Di bagian bawah monumen digambarkan –lewat relief– perjalanan leluhur marga Silalahi di situ. Termasuk riwayat bagaimana sang Raja memilih istri.

Digambarkan: ada tujuh wanita muda dengan baju disingkap, seperti sedang menawarkan diri untuk bisa dikawini sang raja. Tapi sang raja justru memilih wanita yang tidak memamerkan kemolekan tubuh.

Tentu, melihat itu, pikiran saya melayang ke lakon Ande-ande Lumut di teater rakyat di Jawa. Wanita terpilih itu adalah ''pleting kuning'' dalam Ande-ande Lumut.

Tiap tahun, ada perjamuan besar di pelataran monumen itu. Penyelenggaranya delapan marga turunan Silalahi. Secara bergantian. Saya lupa yang mana saja delapan dari keseluruhan turunan Silalahi itu.

Meski desa miskin, saya pastikan Silalahi lebih terasa mewah dari rumah Anda. Seluruh rumah di Silalahi punya AC. Bahkan kandang hewan mereka. Kebun dan sawah mereka. Itu AC dari langit. Udara di Silalahi sangat sejuk –seperti di hampir keseluruhan tanah Batak. Cocok untuk makan durian. (Dahlan Iskan)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan