Urgensi Korporasi Menjaga Reputasi di Era Media Sosial
Ilustrasi - Petugas mendeteksi berita hoaks yang beredar di jejaring media sosial.-Nyoman Hendra Wibowo/hp/aa.- ANTARA FOTO
Jaishri Jethwaney dalam bukunya Corporate Communication menyebutkan membutuhkan waktu bertahun-tahun bagi suatu organisasi (perusahaan) untuk membangun reputasi. Namun, reputasi itu bisa rusak dalam sekejap hanya karena salah langkah.
Oleh karena itu, banyak perusahaan besar termasuk badan usaha milik negara (BUMN) menyiapkan strategi komunikasi ke depan demi menjaga reputasinya. Kehancuran reputasi yang dialami perusahaan besar akan berpengaruh terhadap pelanggan, investor, dan bagi yang sudah menjadi perusahaan publik bakal berpengaruh terhadap pemegang saham.
Staf Khusus III Menteri BUMN Arya Sinulingga secara tegas mengingatkan pentingnya transparansi informasi bagi BUMN di mana semua kebijakan dan hal-hal yang menjadi pertanyaan publik harus dijawab secara tuntas sehingga informasi tidak liar dan tidak pula membawa dampak negatif bagi BUMN.
Pemanfaatan media sosial secara tepat akan mendukung upaya-upaya menjaga reputasi perusahaan, terutama dalam meningkatkan citra dan persepsi masyarakat terhadap BUMN.
BACA JUGA:Menyiapkan Guru yang Cakap Menjawab Tantangan Zaman
Lantas bagaimana dengan perusahaan (organisasi) yang tengah mengalami permasalahan dalam membangun reputasi? Beberapa perusahaan besar membentuk komunikasi korporat yang struktur dan tanggung jawabnya langsung di bawah direksi (manajemen puncak). Tujuannya apabila terjadi permasalahan maka tim komunikasi ini bisa dengan cepat melakukan penanganan.
Monitor media menjadi kewajiban bagi perusahaan terutama terkait dengan pemberitaan yang menyangkut reputasi. Apalagi di era media sosial seperti sekarang ini, yang membuat isu bisa menjadi viral dalam sekejap, tentunya membutuhkan penanganan yang juga cepat dan terukur.
Penting juga membina hubungan dengan media arus utama. Tujuannya, ketika korporasi mengalami permasalahan yang bisa mengancam reputasinya maka tim komunikasi dapat menyampaikan duduk persoalan kepada media arus utama. Sampaikan seluruh fakta yang ada dan jangan ada yang ditutup-tutupi. Jangan coba-coba menyembunyikan fakta atau bahkan berbohong (menyangkal) karena bakal terungkap, yang malah membuat reputasi perusahaan kian terpuruk.
Kunci dalam mempertahankan atau bahkan meningkatkan reputasi di BUMN adalah dengan menjaga kepercayaan, kredibilitas, tanggung jawab, dan akuntabilitas dalam berhubungan dengan pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan di lingkup BUMN meliputi kementerian yang menjadi naungannya, masyarakat di sekitar daerah operasi, investor, pemegang saham, dan yang tidak kalah penting adalah karyawan.
BACA JUGA:Hujan di Bulan Guru Nasional
Karyawan merupakan benteng terakhir ketika perusahaan mengalami krisis. Tim komunikasi akan percuma menyampaikan informasi ke berbagai pihak apabila karyawan tidak mengerti duduk persoalan dan strategi apa yang tengah dilakukan perusahaan. Karyawan juga bisa menjadi pendukung tatkala perusahaan tengah didera krisis. Ketika terjadi krisis, maka penting menyampaikan pertama kalinya kepada karyawan.
Isu-isu yang berkembang memang bisa dengan cepat berubah, tapi melalui monitor media bisa terlihat perbandingan antara berita negatif dan positif. Tugas dari tim komunikasi itu bagaimana membuat berita-berita negatif itu menjadi positif. Banyak alat (tools) yang dipakai di antaranya dengan memperbanyak kegiatan (event) baik yang melibatkan masyarakat, media, atau lainnya, kemudian program tanggungjawab sosial perusahaan (CSR) harus secara berkala diselenggarakan.
Dalam beberapa kasus, korporasi menghadirkan acara dialog (talkshow) meski yang dipakai sebagai tema tidak ada kaitan langsung dengan krisis yang tengah dihadapi. Namun kegiatan ini lebih untuk mendekatkan diri kepada masyarakat maupun media.
Penting juga untuk melibatkan pihak di luar yang berbicara tentang perusahaan sebagai contoh dari akademisi, pengamat, tokoh masyarakat, dan sebagainya yang bisa memberikan dukungan positif terhadap perusahaan. Sebagai contoh untuk menghadapi aktivis di bidang lingkungan, tentunya untuk memberikan gambaran yang sebenarnya bisa menggunakan pakar atau akademisi di bidang lingkungan.