Hendrya Sylpana

Menilik Lini Bisnis Sritex Usai Pailit

Buruh berjalan keluar dari pabrik PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis 24 Oktober 2024. Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang menyatakan perusahaan tekstil Sritex pailit, hal tersebut tercantum dalam putusan dengan nomor perka--(ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/tom)

SOLO - Berada di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, berdiri megah pabrik tekstil dengan belasan ribu karyawan yang menggantungkan hidup dari lini bisnis ini. Pabrik yang berdiri di atas lahan seluas 79 hektare inilah oleh pendirinya, HM Lukminto, diberi nama Sritex.

Namun, siapa sangka, Lukminto yang sukses membesarkan Sritex , memulai perjalanan bisnis sebagai pedagang di Pasar Klewer, Solo. Di tangan Lukminto, Sritex yang berdiri sejak tahun 1966 itu sukses mengekspor produknya ke berbagai negara, termasuk membuat pakaian militer di sejumlah negara.

Makin besar pabrik tersebut, kian banyak pula karyawan yang direkrutnya. Saking banyaknya karyawan, pada momentum tertentu, seperti perayaan HUT RI, pabrik ini mengadakan upacara kemerdekaan sekaligus karnaval yang diikuti oleh para karyawan.

Nama PT Sri Rejeki Isman Tbk atau yang dikenal dengan Sritex makin berkibar saat menangani pembuatan seragam tentara di berbagai belahan dunia.

Sepeninggal HM Lukminto pada 2014, perusahaan tersebut dilanjutkan dua anaknya, yakni Iwan Setiawan Lukminto dan Iwan Kurniawan Lukminto, yang merupakan generasi kedua dalam keluarga tersebut.

BACA JUGA:Perusahaan Tekstil Sritex Dinyatakan Pailit, 4 Kementerian Ditugaskan Prabowo Selamatkan Karyawan dari PHK

Di bawah kepemimpinan kakak beradik ini, Sritex masih solid dan mampu menjaga nama besarnya di pasar global.

Bahkan, pandemi COVID-19 lalu tidak terlalu mengganggu operasional pabrik. Terbukti, PT Sritex mampu mendistribusikan sebanyak 45 juta masker hanya dalam waktu 3 minggu. Selain itu, Sritex juga masih mengekspor produknya ke Filipina meski situasi masih pandemi.

Beberapa lini produksi ada di perusahaan tersebut, mulai dari pemintalan, penenunan, sentuhan akhir, dan pembuatan busana. Dengan pengelompokan usaha ini, proses produksi makin cepat dan efisien.

Namun, meski produksi dan penjualan masih berjalan, Sritex ternyata memiliki utang yang terus bertambah selama bertahun-tahun.

Dari laporan keuangan terbaru, utang yang dimiliki Sritex sekitar Rp25 triliun. Di sisi lain, kerugian yang ditanggung perusahaan tersebut sampai dengan pertengahan tahun ini mencapai Rp402,66 miliar.

Utang dan kerugian ini diperparah dengan lambatnya penjualan akibat pandemi COVID-19 dan persaingan sengit produk tekstil dan produk tekstil (TPT) antarnegara.

BACA JUGA:Presiden Prabowo Minta Menteri Berintegritas: Tidak Sepakat, Silakan Mundur

Produksi Masih Berjalan

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan