Bagaimana AI Mengubah Keamanan Siber: Ancaman yang Perlu Diwaspadai

Ilham Surya Saputra, Mahasiswa Hukum Universitas Diponegoro-Istimewa-

Kecerdasan Buatan (AI), dengan kemampuannya dalam belajar, beradaptasi, dan mengambil keputusan, telah menjadi kekuatan pendorong di balik banyak inovasi teknologi. Dalam dunia siber, AI menawarkan harapan baru dalam menghadapi ancaman yang semakin kompleks. Algoritma AI dapat menganalisis jutaan data dalam waktu singkat, mengidentifikasi pola yang tidak biasa, dan memprediksi serangan sebelum terjadi.

Namun, seperti pisau bermata dua, AI juga dapat digunakan untuk tujuan yang merugikan. Pelaku kejahatan siber dapat memanfaatkan AI untuk mengembangkan malware yang lebih canggih, melakukan serangan phishing yang lebih tertarget, atau bahkan menciptakan deepfake yang sangat meyakinkan.

Menurut Microsoft, sebagai salah satu perusahaan teknologi terkemuka di dunia, memiliki pandangan yang komprehensif tentang AI. Mereka melihat AI sebagai teknologi yang sangat potensial untuk mengubah berbagai aspek kehidupan manusia, dari cara kita bekerja hingga cara kita berinteraksi dengan dunia.

Microsoft mendefinisikan AI sebagai sistem komputer yang sangat cerdas, yang dapat meniru manusia dalam beberapa hal. Mereka juga membedakan beberapa jenis AI, seperti:

  • Narrow AI: AI yang dirancang untuk melakukan tugas spesifik, seperti mengenali wajah atau menerjemahkan bahasa.
  • General AI: AI yang memiliki kemampuan kognitif yang setara dengan manusia, mampu melakukan berbagai tugas dan belajar dari pengalaman.

Ancaman AI dalam Keamanan Siber

1. Malware yang Lebih Canggih

Malware telah lama menjadi ancaman bagi keamanan siber. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi, malware pun terus berevolusi menjadi bentuk yang lebih canggih dan sulit dideteksi. Malware modern ini tidak hanya mampu menginfeksi perangkat, tetapi juga mengeksploitasi kelemahan sistem untuk melakukan berbagai tindakan jahat. Malware modern menggunakan algoritma AI untuk mempelajari pola perilaku pengguna, sistem operasi, dan jaringan. Hal ini memungkinkan malware untuk beradaptasi dengan lingkungan dan menghindari deteksi antivirus.

BACA JUGA:Tips Pentingnya Merawat Indera Penglihatan: Mata Sehat, Hidup Berkualitas

Malware kini dapat menargetkan individu atau organisasi tertentu dengan serangan yang lebih personal dan efektif. Contoh masalahnya adalah Botnet, Jaringan perangkat yang terinfeksi malware dan dikendalikan dari jarak jauh. Botnet dapat digunakan untuk melancarkan serangan DDoS, menyebarkan spam, atau mencuri data.

2. Serangan Phishing yang Lebih Tertarget

Phishing adalah teknik penipuan online di mana pelaku kejahatan siber menyamar sebagai entitas yang terpercaya (seperti bank, perusahaan, atau teman) untuk mendapatkan informasi sensitif seperti kata sandi, nomor rekening, atau data pribadi lainnya. Phishing yang lebih tertarget adalah jenis serangan phishing yang lebih canggih dan spesifik, di mana pelaku kejahatan telah melakukan riset mendalam tentang calon korbannya sebelum melancarkan serangan.

Serangan Phishing bekerja dengan mengumpulkan informasi sebanyak mungkin tentang calon korban mereka, seperti nama, jabatan, perusahaan tempat bekerja, hobi, dan aktivitas online. Dengan informasi ini, mereka dapat membuat pesan phishing yang sangat personal dan meyakinkan. Contoh serangannya adalah Email Phishing yakni dengan pelaku mengirimkan email yang seolah-olah berasal dari atasan atau rekan kerja, meminta korban membuka lampiran yang berisi malware atau mengklik tautan yang mengarah ke situs phishing.

3. Deepfake

Deepfake adalah teknologi manipulasi media yang memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) untuk menciptakan konten palsu yang sangat meyakinkan. Istilah "Deepfake" sendiri merupakan portmanteau dari "deep learning" dan "fake". Teknologi ini memungkinkan seseorang untuk mengganti wajah seseorang dalam video dengan wajah orang lain, menciptakan audio palsu yang terdengar seperti suara asli seseorang, atau bahkan menghasilkan teks palsu yang seolah-olah ditulis oleh orang tertentu.

Cara kerja Deepfake menggunakan algoritma pembelajaran mendalam (deep learning) yang sangat canggih untuk menganalisis sejumlah besar data. Algoritma ini kemudian belajar untuk menghasilkan konten baru yang sangat mirip dengan data aslinya. Contohnya yakni foto yang telah diedit sedemikian rupa sehingga wajah seseorang diganti dengan wajah orang lain.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan