Peparnas 2024, Ajang Mencari Paralimpian Baru

Kontingen Kalimantan Timur tiba di Solo, Jawa Tengah, Rabu (2/10/2024). (ANTARA/Aris Wasita)--

Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) XVII Solo 2024 akan segera dimulai pada 4 Oktober mendatang dan berlangsung sampai 13 Oktober.

Pesta olahraga khusus para atlet disabilitas itu akan melanjutkan nyala api Pekan Olahraga Nasional (PON) yang belum lama berakhir di Aceh dan Sumatera Utara.

Semangat Peparnas kali ini juga masih hangat dengan rekor-rekor yang dicapai oleh Kontingen Indonesia pada Paralimpiade Paris 2024 awal September lalu.

Kontingen Indonesia untuk pertama kalinya mempersembahkan medali terbanyak sepanjang sejarah keikutsertaan Paralimpiade dengan 14 medali, yang terdiri dari 1 emas, 8 perak, dan 5 perunggu.

Medali terbanyak itu disumbangkan oleh atlet-atlet paralimpian Indonesia yang juga menjadi sejarah dalam catatan Paralimpiade. Indonesia mengirimkan atlet terbanyak bagi tim Merah Putih sepanjang sejarah keikutsertaan Paralimpiade, yaitu 35 orang dari 10 cabang olahraga.

BACA JUGA:Membina Generasi Masa Depan Melalui Transformasi Digital Pendidikan

Tentunya, rekor dan sejarah baru Indonesia itu tidak tercipta dalam waktu semalam. Jelas ada kerja keras dari para atlet dan ofisial di baliknya, yang dibangun dalam waktu yang tidak cukup hanya setahun.

Atlet Indonesia yang menjadi paralimpian di Paralimpiade Paris 2024 harus mengejar poin guna mendapat tiket untuk mengikuti kompetisi olahraga tertinggi untuk para atlet disabilitas tersebut. Yang seluruhnya dikejar oleh para atlet lewat kompetisi-kompetisi lain sebelum Paralimpiade.

Peparnas adalah ajang kompetisi pertama yang harus dilalui oleh calon-calon atlet paralimpian untuk menunjukkan diri dengan kualitas olahraga di tengah keterbatasan.

Para atlet disabilitas memang memiliki latar belakang yang berbeda dengan atlet-atlet yang berlaga di PON. Sebagian besar dari mereka bukanlah olahragawan yang fokus berlatih di salah satu cabang olahraga sejak usia dini sebagaimana legenda-legenda olahraga Indonesia yang sudah ada.

BACA JUGA:Tak Sekadar Cinta, Melestarikan Batik Juga dengan Membatik

Meskipun ada beberapa atlet paralimpiade Indonesia yang memang sudah berlatih sejak kecil seperti Leani Ratri Oktila yang memang merupakan atlet bulu tangkis, namun mengalami kecelakaan dan menyebabkan disabilitas pada kakinya, lalu beralih menjadi atlet para bulu tangkis.

Selain itu, ada pula Ni Nengah Widiasih, peraih perak Olimpiade Tokyo cabang para angkat berat yang memang sudah berlatih sejak usianya masih belia meski dia hidup dengan polio.

Tetapi, tidak sedikit atlet paralimpiade yang baru menekuni olahraganya dalam waktu yang belum cukup lama. Sebut saja paralimpian Muhammad Fadli Imammudin, atlet pebalap motor yang mengalami kecelakaan dan kini terjun menjadi atlet para balap sepeda. Sama-sama dalam balapan, namun berbeda kondisi fisik dan kendaraan yang digunakan.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan