Arus Modal ke Pasar Keuangan Indonesia Meningkat

Arsip. Karyawan memantau pergerakan pasar uang dan obligasi di Global Market PermataBank, Jakarta, Selasa (10/1). ANTARA FOTO/Rosa Panggabean--

Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed  belum lama ini memberikan sinyal dovish sehingga memperkuat ekspektasi pasar terhadap potensi pemangkasan Fed Funds Rate (FFR) ke depan. Hal itu disebabkan oleh data inflasi AS terbaru yang dirilis pada 11 Juli 2024 menunjukkan adanya penurunan.

Pada Juni 2024, inflasi AS tercatat sebesar 3 persen secara year on year (yoy), lebih rendah dari 3,3 persen (yoy) pada Mei 2024 dan mencapai titik terendahnya sejak Maret 2021, didorong turunnya harga bahan bakar minyak dan biaya sewa tempat tinggal. Rilis data inflasi AS secara umum mengindikasikan tekanan di perekonomian AS mulai mereda.

Angka inflasi bulanan AS juga mengalami deflasi sebesar 0,1 persen month to month (mtm) dan menjadi deflasi pertama sejak April 2020.

Ketua The Fed Jerome Powell memberikan indikasi bahwa The Fed semakin dekat untuk merasa nyaman mengenai pemangkasan suku bunga setelah melihat bukti penurunan inflasi.

BACA JUGA:Upaya Pengembangan Terapi Sel Punca untuk Pengobatan Masa Depan

BACA JUGA:Langkah Awal Membenahi Benang Kusut KPK

Selain itu, ada kekhawatiran bahwa menahan suku bunga di tingkat yang terlalu tinggi untuk periode waktu yang terlalu lama dapat membahayakan pertumbuhan ekonomi.

Sentimen tersebut meningkatkan selera risiko investor atau pelaku pasar terhadap aset berisiko sehingga meningkatkan arus modal masuk ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

Dalam laporan analisisnya, ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Teuku Riefky menilai sentimen mengenai sikap dovish The Fed memicu arus masuk modal ke pasar negara berkembang dan berkontribusi pada apresiasi rupiah sebesar 2,23 persen (mtm) antara pertengahan Juni dan pertengahan Juli.

Di tengah sinyal dovish The Fed, total arus modal portofolio ke pasar keuangan Indonesia meningkat hingga 1,06 miliar dolar AS dalam 3 pekan terakhir, dan mencatatkan akumulasi arus modal tertingginya sejak pertengahan April 2024.

BACA JUGA:Berbenah untuk Layanan Penerbangan Haji yang Lebih Baik

BACA JUGA:Taat Pajak Sebagai Sumbangsih Warga Kepada Negara

Dari 1,06 miliar dolar AS tersebut, 0,74 miliar dolar AS masuk ke pasar saham dan 0,32 miliar dolar AS sisanya masuk ke instrumen obligasi.

Namun, arus modal ke instrumen obligasi lebih didominasi ke surat utang jangka panjang Pemerintah Indonesia, ditunjukkan dengan imbal hasil tenor 10 tahun surat utang Pemerintah yang turun dari 7,8 persen pada 19 Juni ke 7,02 persen pada 12 Juli.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan