DPR Diminta Bentuk Pansus Usut Dugaan Mark Up Impor Beras Rp2,7 Triliun

ILUSTRASI: Pekerja mengangkat beras kemasan Bulog. (Dok. JawaPos.com)--

JAKARTA, BELITONGEKSPRES.COM - Perum Bulog menghadapi dugaan penggelembungan harga atau mark up terkait impor beras sebesar 2,2 juta ton. Hal ini mendorong Direktur Rumah Politik Indonesia, Fernando Emas, untuk mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membentuk Panitia Khusus (Pansus) guna menyelidiki potensi mark up yang diperkirakan mencapai nilai Rp2,7 triliun.

Fernando Emas mengungkapkan bahwa kerugian negara akibat demurrage atau biaya penahanan impor beras bisa mencapai Rp294,5 miliar. “Saya mendukung pembentukan Pansus oleh DPR untuk menyelidiki lebih dalam mengenai proses dan penetapan kuota impor beras oleh Bulog,” ujar Fernando pada Jumat, 5 Juli.

Fernando menegaskan bahwa pembentukan Pansus di DPR sangat diperlukan untuk memperbaiki tata kelola sektor pertanian di Indonesia. Ia berharap agar negara di masa depan lebih berpihak pada petani dan tidak hanya bergantung pada impor untuk menjaga ketersediaan pangan dalam negeri. 

“Negara harus memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak hanya mengandalkan impor tetapi juga melibatkan petani untuk menjaga ketersediaan pangan dalam negeri,” ungkapnya.

BACA JUGA:Luhut Pastikan Pendanaan IKN dan Program Makan Bergizi Tidak Ada Kendala

BACA JUGA:Bapanas Berikan Klarifikasi Terkait Tuduhan Mark Up Impor Beras

Fernando juga menyatakan kekhawatirannya bahwa ada pihak-pihak tertentu yang mungkin menikmati keuntungan dari kebijakan impor beras ini. Oleh karena itu, menurutnya, pembentukan Pansus sangat wajar untuk menggali lebih dalam dan mengusut skandal ini.

“Kita perlu memastikan tidak ada pihak yang sengaja mengambil keuntungan dari kebijakan impor beras ini,” tandas Fernando.

Sebelumnya, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) telah melaporkan dugaan korupsi terkait impor beras ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu, 3 Juli. SDR mendesak KPK untuk segera mengusut skandal ini dengan memeriksa saksi-saksi terkait.  (jpc)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan