Hendrya Sylpana

Unair Green

Dahlan Iskan--

Kelompok pertama: mereka yang dipaksa. Kelompok kedua: mereka yang masih menghitung untung rugi. Kelompok ketiga: mereka yang belum mengerti.

Itulah pengelompokan dunia usaha ketika ditanya apakah sudah melakukan pengurangan emisi karbon di perusahaan masing-masing.

Kemarin saya diundang untuk membahas pengurangan emisi karbon di program Pasca Sarjana Universitas Airlangga. Yang memimpin diskusi Dewi Rizki dari WWF.

Para pengusaha diwakili Kadin dan Apindo. Dihadirkan juga Polda dan Kajati Jatim. Lalu eksekutif dari PLN.

Dari forum itu diketahui bahwa ternyata peran perusahaan swasta masih sangat kecil. Yang sudah melaksanakan barulah mereka yang dipaksa. Yang mampu memaksa mereka adalah partner mereka sendiri di negara maju.

Misalnya Nike dan Adidas. Mereka mewajibkan pabrik sepatu partner mereka di Indonesia untuk terus mengurangi emisi karbon. Kalau tidak, hubungan bisnis diputus. Pengusaha Indonesia takut. Terpaksa masuk ke program green.

BACA JUGA:Jalan Umur

Salah satu yang mereka lakukan adalah memasang solar cell di pabrik mereka. Itu berakibat kenaikan biaya produksi.

Cara lain: minta ke PLN untuk mendapat kiriman listrik dari pembangkit green. Misalnya dari pembangkit listrik panas bumi (geotermal).

PLN kini melayani permintaan listrik hijau seperti itu. Dengan tarif yang lebih tinggi. Anda pun bisa minta jenis listrik seperti itu ke PLN. Untuk rumah Anda. Siapa tahu Anda juga semakin peduli pada green energi.

Sudah lama saya tidak ke Unair. Gedung pasca sarjananya ternyata baru. Klasik. Bergaya arsitektur abad 16. Warna putih. Ruang-ruang kelasnya sangat masa kini.

Boleh dikata gedung pasca sarjana ini menjadi ikon baru di kampus B Unair. Yakni yang di selatan RSUD Dr Sutomo.

Kampus A-nya, Anda sudah tahu: khusus untuk fakultas kedokteran. Di sebelah utara RSUD Dr Sutomo.

Rektor Unair sendiri berkantor di Kampus C: lebih ke timur. Lebih luas. Lebih besar.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan