Soal Kasus Vina Cirebon, Kamarudin Simanjuntak Sebut Polisinya Bermasalah Jika Ada Salah Tangkap
Kamaruddin Simanjuntak (JawaPos).--
BELITONGEKSPRES.COM - Pengacara Kamaruddin Simanjuntak menegaskan bahwa seharusnya polisi tidak mungkin melakukan salah tangkap jika bekerja dengan benar, terutama dalam kasus Vina Cirebon yang meninggalkan jejak gamblang berupa sperma di tubuh korban dan bukti lainnya.
Pernyataan ini muncul sebagai respons terhadap dugaan publik bahwa dalam kasus Vina Cirebon ada pelaku yang salah tangkap, sebagaimana berkembang di media sosial belakangan ini.
"Jika ada salah tangkap, berarti polisi bermasalah. Bagaimana bisa terjadi salah tangkap jika ada bukti sperma yang jelas menunjukkan adanya pemerkosaan? Siapa pelakunya?" ujar Kamaruddin Simanjuntak.
Menurutnya, jika ada oknum polisi yang tidak bekerja dengan benar dan malah menyembunyikan pelaku sebenarnya, itu mencoreng institusi Polri. Oleh karena itu, ia mendesak agar oknum polisi tersebut ditindak tegas dan diberikan sanksi.
BACA JUGA:Isu Panas Korupsi Timah, Jenderal Purnawirawan Polri B dan T Terlibat?
BACA JUGA:Indonesia Berpotensi Alami Gelombang Panas, Tertinggi Kedua di Dunia
"Ini mencoreng nama baik polisi. Biarkan Mabes Polri yang menyelidiki apakah ada anak petinggi yang dilindungi atau tidak. Jika Mabes Polri bertindak, saya yakin perkara ini akan ditangani oleh pihak yang profesional," imbuh Kamaruddin.
Kasus pembunuhan Vina Cirebon dan Eky oleh geng motor pada 27 Agustus 2016 sempat terlupakan oleh publik karena peristiwanya sudah lama berlalu.
Namun, perhatian publik kembali terfokus pada kasus ini setelah penayangan film "Vina: Sebelum 7 Hari" di bioskop. Netizen pun ikut memburu DPO lain di luar delapan orang yang telah dijatuhi hukuman, yang diduga turut terlibat dalam pembunuhan Vina dan Eky.
Setelah film "Vina: Sebelum 7 Hari" viral di media sosial pada tahun 2024, pihak kepolisian kembali melakukan pendalaman atas kasus ini.
Pegi Setiawan, salah satu DPO, berhasil diamankan, sementara dua DPO lainnya dihapus dari daftar karena dianggap fiktif.