Merajut Kembali Persatuan Usai PHPU Pilpres 2024
Tim Pemenang pasangan Prabowo-Gibran menyampaikan terima kasih kepada masyarakat atas dukungan pemilih sehingga kedua pasangan ini ditetapkan menjadi presiden/wakil presiden terpilih periode 2024-2029. ANTARA/Abdul Fatah--
BACA JUGA:Kisah 'Kartini' dari Lampung memberdayakan anak-anak termarginalkan
Malut merupakan salah satu dari 36 provinsi yang menempatkan Prabowo Subianto/Gibran Rakabuming Raka sebagai peraih suara terbanyak. Duet ini secara nasional meraih 58,59 persen suara pada Pilpres 2024. Prabowo Subianto di Malut pada Pilpres 2014 dan Pilpres 2019 juga meraih suara terbanyak.
Kearifan lokal
Setelah MK memutuskan hasil PHPU, para elite politik di Malut dan nasional diminta menunjukkan teladan mereka dalam upaya merajut kembali tali persatuan di masyarakat. Pasangan capres/cawapres diminta bisa merekatkan kembali ikatan kebangsaan antar-anak bangsa.
Keteladanan itu tidak hanya dalam bentuk menjaga ucapan, tetapi juga perilaku keseharian dengan tidak memicu meletupnya konflik di akar rumput.
Betapa pun, perilaku elite cenderung mudah diikuti masyarakat akar rumput karena menurut tokoh politik di Malut, Alian Mus, karakter sosial masyarakat di Malut dan daerah lainnya di Indonesia masih menganut faham paternalistik, cenderung mengikuti ucapan dan perilaku pemimpin atau tokoh yang dihormati mereka.
Pentingnya merajut kembali tali persatuan masyarakat di Malut tidak hanya untuk mewujudkan kerukunan dan kedamaian di masyarakat pasca-Pilpres 2024, juga untuk menghadapi pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak di Malut pada November 2024.
Bisa jadi potensi perselisihan dalam kontestasi pilkada malah lebih besar dibandingkan dengan pemilu. Oleh karena itu persatuan seluruh komponen masyarakat dibutuhkan untuk mencegah konflik itu.
BACA JUGA:Menimbang Opsi Terbaik Untuk Menjaga Kestabilan Rupiah
BACA JUGA:Lapangan 'Kerja Hijau' Bagi Generasi Z
Apalagi menurut catatan Bawaslu RI, Malut merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki tingkat kerawanan konflik cukup tinggi dalam setiap pelaksanaan pilkada, di antaranya dipicu ketidaksiapan pendukung dan peserta pilkada dalam menerima kekalahan.
Konflik dalam pelaksanaan pilkada di Malut, yang sempat menjadi perhatian nasional adalah Pilkada Malut 2018. Karena, selain mengakibatkan benturan di masyarakat, penyelesaiannya pun membutuhkan waktu lebih dari setahun dengan melibatkan Pemerintah Pusat.
Ada kearifan lokal di Malut yang bisa didayagunakan untuk mencegah konflik sosial sekaligus untuk mendorong terciptanya kembali persatuan di masyarakat pasca-Pilpres 2024 serta mencegah terjadinya konflik pada pelaksanaan pilkada mendatang yakni falsafah Marimoi ngoni futuru atau "Mari bersatu agar kita kuat".
Falsafah itu, menurut Fanyira Kedaton Kesultanan Ternate, Rizal Efendy, pada masa lampau tidak hanya menjadi norma sosial untuk menyelesaikan perpecahan di masyarakat, tetapi juga penggerak utama dalam menggalang persatuan masyarakat untuk membebaskan bumi Malut dari cengkeraman para penjajah.
Nilai-nilai dari falsafah itu harus tetap dihidupkan dalam setiap jiwa masyarakat Malut termasuk para elite politik agar masing-masing selalu terpanggil untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang dapat mengakibatkan perpecahan. Caranya, dengan selalu memelihara kesadaran bahwa kalau bersatu pasti kuat.