Baca Koran belitongekspres Online - Belitong Ekspres

Ekonom: Target Pertumbuhan Ekonomi 6 Persen 2026 Masih Realistis, Perlu Kebijakan Strategis

Ilustrasi peti kemas untuk ekspor dan impor-Muhammad Adimaja-Antara

BELITONGEKSPRES.COM - Target pertumbuhan ekonomi 6 persen pada 2026 yang dicanangkan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dinilai realistis, sepanjang pemerintah berani menerapkan perubahan kebijakan secara mendasar. Para ekonom menekankan perlunya langkah strategis untuk mendorong pertumbuhan lebih tinggi dan memperkuat serapan tenaga kerja.

Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia Fakhrul Fulvian mengatakan, target 6 persen bukan sekadar ambisi politik, tetapi memerlukan transformasi cara pandang dalam pengelolaan fiskal dan moneter.

“Pertumbuhan 6 persen itu bukan mimpi, tetapi memerlukan perubahan cara pandang yang fundamental terhadap bagaimana kebijakan fiskal–moneter bekerja dan bagaimana ekonomi didorong,” kata Fakhrul, Minggu 23 November.

Fakhrul menjelaskan, penempatan dana pemerintah di perbankan sebesar Rp 200 triliun mulai memberikan hasil, namun belum optimal untuk meningkatkan aktivitas ekonomi. Pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan tambahan yang lebih terarah, termasuk percepatan penciptaan lapangan kerja agar konsumsi rumah tangga dapat meningkat.

BACA JUGA:Tambah Likuiditas Rp 76 Triliun, Purbaya Optimis Pertumbuhan Kredit Perbankan Dekati Double Digit

BACA JUGA:Likuiditas RI Naik 7,7 Persen, Peredaran Uang Tembus Rp9.783 Triliun pada Oktober 2025

Ia menilai langkah penertiban impor barang thrifting sudah tepat untuk melindungi industri dalam negeri. Pemerintah juga didorong memberi insentif pajak bagi perusahaan yang memperluas tenaga kerja lokal dan meningkatkan upah.

"Jangan beri akses pada investasi asing kalau dampaknya tidak positif untuk tenaga kerja Indonesia. Kalau ada perusahaan yang naikkan gaji karyawan dan hire tenaga kerja Indonesia, justru yang seperti ini harus didukung," ujarnya.

Fakhrul menekankan pentingnya hilirisasi, khususnya pada komoditas tembaga, sebagai sumber pertumbuhan baru. Selain itu, diversifikasi pembiayaan APBN perlu dilakukan agar tidak tergantung pada dolar AS. Optimalisasi penerbitan Dim Sum Bond berdenominasi Renminbi dinilai strategis karena biaya rendah dan likuiditas tinggi, ditunjang kerja sama swap BI–PBOC dan perluasan penggunaan CNH di Indonesia.

Pemulihan neraca keuangan UMKM dan subkontraktor infrastruktur yang terdampak keterlambatan pembayaran proyek juga menjadi fokus. Percepatan penyelesaian backlog diharapkan memulihkan arus kas pelaku usaha dan mendorong ekspansi kredit UMKM, yang berdampak langsung pada ekonomi riil.

BACA JUGA:Pemerintah Tarik Utang Baru Rp570 Triliun Hingga Oktober 2025, Defisit APBN 2,02 Persen

BACA JUGA:Survei OJK: Kinerja Perbankan Diperkirakan Tetap Kuat hingga Akhir 2025

Likuiditas perbankan juga harus tetap longgar untuk mendukung ekspansi kredit, terutama di tengah target pertumbuhan 6 persen.

“Untuk mencapai pertumbuhan 6 persen, likuiditas perbankan harus terjaga longgar. BI perlu memastikan ruang likuiditas cukup dan selaras dengan kebijakan pemerintah,” jelas Fakhrul.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan