Baca Koran belitongekspres Online - Belitong Ekspres

Mewujudkan Lembaga Pengawas Independen Sistem Merit ASN

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (kanan) berbincang dengan Wakil Ketua MK Saldi Isra (kiri) saat memimpin sidang putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (16/10/2025). Mahkamah Konstitusi menggelar sidang pembacaan putusan/ketetapan u-FAUZAN-ANTARA FOTO

Kita diingatkan kembali saat Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo memberlakukan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara sebagai pengganti UU ASN sebelumnya pada 31 Oktober 2025. Revisi undang-undang tersebut mengakibatkan perubahan mencolok secara kelembagaan.

Sebelumnya, dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 terdapat empat kelembagaan yang disebutkan secara tegas dalam Manajemen ASN, yaitu Kementerian PAN RB, KASN, LAN, dan BKN. Setelah UU ASN baru, KASN akhirnya dibubarkan.

Memang pembubaran Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menjadi pertanyaan besar, saat itu, apalagi dilakukan pada suasana yang terasa politis, yaitu menjelang Pemilihan Presiden, Pemilihan Legislatif, hingga pemilihan kepala daerah di Tahun 2024.

Kalau kita telusuri lebih jauh, terjadi sebuah paradoks, di satu sisi ide pembubaran KASN dalam UU Baru adalah inisiatif DPR, di sisi lain dalam perkembangannya pemerintah sebenarnya ingin memperkuat keberadaan KASN.

Padahal, KASN sebenarnya merupakan lembaga yang banyak memberikan sumbangsih terhadap pengawasan netralitas aparatur sipil negara, perwujudan sistem merit, pembinaan profesi ASN, dan lainnya, sebagaimana amanat dari undang-undang. Artinya, publik lantas bertanya: “Apa jangan-jangan KASN bubar karena menuju Pilkada ya?” Sederhananya, jika lembaga pengawasan sistem merit dibubarkan, maka seharusnya yang terjadi adalah masifnya jual beli jabatan dan pelanggaran netralitas (Sofian Effendi, 2023).

Undang-Undang ASN

Salah satu persoalan pasca-revisi dalam UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN adalah bahwa dalam pasal 68 disebutkan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama enam bulan terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. Artinya, peraturan pelaksana dari UU ASN baru, seharusnya sudah terbit sejak April 2024, namun nyata, bahkan hingga saat ini, peraturan pelaksana belum terbit, hingga undang-undang tersebut berlangsung sampai saat ini.

BACA JUGA:Menghidupkan Kembali Gagasan Komisi Konstitusi

Padahal, peraturan pelaksana dimaksud seharusnya berfungsi sebagai instrumen teknis yang memberikan penjabaran secara komprehensif mengenai tata cara, kriteria, serta mekanisme pengisian jabatan aparatur sipil negara (ASN) yang dapat diisi oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

Meskipun demikian, muncul pertanyaan mendasar: atas dasar apa pengisian sejumlah jabatan ASN oleh personel TNI/Polri, saat ini dilakukan, jika peraturan pelaksananya belum ditetapkan?

Kondisi tersebut mencerminkan bahwa mandat UU ASN belum sepenuhnya diimplementasikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Dengan demikian, terjadi paradoks normatif, regulasi yang seharusnya menjadi fondasi tata kelola pemerintahan yang justru berpotensi bergeser menjadi instrumen pembenaran atas praktik yang tidak berlandaskan pada kepastian hukum.

Dalam UU ASN, kewenangan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan manajemen ASN untuk menjamin perwujudan sistem merit, serta pengawasan terhadap penerapan asas serta kode etik dan kode perilaku ASN tidak lagi dilakukan oleh KASN, namun dipindahkan kepada kewenangan kementerian, sebagaimana yang diatur dalam pasal 26 ayat (2) huruf d.

Pembubaran KASN pada dasarnya merupakan langkah yang kontraproduktif terhadap upaya penguatan tata kelola pemerintahan dan profesionalisme aparatur negara. Keputusan tersebut sulit dibenarkan secara rasional, mengingat KASN telah memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan berbagai indeks yang berkorelasi langsung dengan kinerja birokrasi, pembangunan ekonomi serta daya saing nasional.

BACA JUGA:Menjaga Efisiensi Fiskal di Era Pemerintahan Baru

Lebih jauh, jika ditinjau dari perspektif pembentukan peraturan perundang-undangan, proses pembahasan RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN tidak disertai dengan naskah akademik yang memadai. Akibatnya, dasar argumentatif dan analisis empiris yang melandasi keputusan untuk membubarkan KASN tidak dapat diidentifikasi secara jelas, sehingga menimbulkan pertanyaan serius terhadap legitimasi kebijakan tersebut dari sisi metodologi perumusan regulasi berbasis evidence-based policy maupun meaninful participation.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan