Baca Koran belitongekspres Online - Belitong Ekspres

Eksploitasi Seksual Anak di Era Digital Jadi Ancaman Nyata di Ruang Maya

Konferensi pers pengungkapan kasus penjualan konten pornografi secara daring di Gedung Bid Humas Polda Metro Jaya, Jakarta--(ANTARA FOTOIndrianto Eko Suwarsonz)

JAKARTA, BELITONGEKSPRES.COM – Perkembangan teknologi digital yang semakin pesat membawa peluang dan tantangan. Di sisi gelapnya, ruang maya kini dimanfaatkan pelaku kejahatan untuk melakukan eksploitasi seksual anak secara online. Fenomena ini menjadi ancaman serius yang membutuhkan penanganan komprehensif.

Seiring meningkatnya aktivitas masyarakat di internet, modus eksploitasi seksual anak bergeser dari ruang fisik ke ranah digital. Kasusnya kian marak, khususnya melalui penyebaran konten pornografi anak yang beredar di platform daring. Pelaku memanfaatkan teknologi untuk melakukan grooming --manipulasi psikologis yang menjerat anak-anak agar menjadi korban.

Lonjakan Kasus Pornografi Anak di Dunia Maya

Data Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri mencatat, sejak Mei hingga November 2024 terdapat 58 tersangka tindak pidana pornografi online anak dari 47 kasus yang berhasil diungkap.

Awal 2025, Polda Metro Jaya mengungkap jaringan penjualan konten pornografi anak secara daring. Sebanyak 689 konten video dan gambar yang melibatkan anak di bawah umur berhasil diamankan.

Pelaku berinisial RYS (29) menjual konten asusila tersebut melalui aplikasi Telegram dengan tarif langganan murah, mulai Rp10.000 hingga Rp15.000 untuk tiga bulan.

Direktur Reserse Siber Polda Metro Jaya Kombes Pol Roberto Pasaribu menegaskan, anonimitas di dunia maya menjadi tantangan utama dalam penindakan.

“Sifat borderless dan anonim di sistem elektronik membuat pelaku mudah bersembunyi. Korban memerlukan analisis foto dan video untuk menemukan identitas, lokasi, dan waktu kejadian,” ujarnya dilansir dari Antara.

Kolaborasi Lintas Lembaga untuk Pemberantasan

Untuk memberantas pornografi anak, Polri memperkuat sinergi dengan Kejaksaan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komnas Anak, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan lembaga swadaya masyarakat.

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar mengapresiasi pengungkapan 689 konten tersebut. Menurutnya, keberhasilan ini mencegah penyebaran lebih luas konten ilegal yang merusak perkembangan anak.

Ia juga menekankan pentingnya pendidikan seksual sesuai usia, komunikasi terbuka antara orang tua dan anak, serta pengawasan ketat terhadap aktivitas daring anak.

“Daripada pujian diberikan predator di media sosial, lebih baik orang tua hadir memberi perhatian langsung. Dampak kasus ini bisa memengaruhi anak hingga jangka panjang,” tegasnya.

Selain penegakan hukum, pemerintah menyediakan layanan dukungan melalui call center SAPA 129, yang memberikan bantuan emosional dan profesional bagi korban.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan