OJK: Pelaku Keuangan Ilegal Terancam Penjara 10 Tahun dan Denda Rp1 Triliun
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi (tengah) memberikan keterangan kepada awak media di sela acara peluncuran Global Anti-Scam Alliance (GASA) Indonesia Chapter yan-Adimas Raditya-ANTARA
BELITONGEKSPRES.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan komitmennya dalam memerangi aktivitas keuangan ilegal yang semakin marak dan meresahkan masyarakat. Kini, pelaku keuangan ilegal tak lagi bisa lolos begitu saja. Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), pelaku kejahatan di sektor keuangan dapat dikenai hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp1 triliun.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menyampaikan bahwa aktivitas ilegal seperti investasi bodong, pinjaman online ilegal, hingga skema scam digital bukan lagi pelanggaran ringan. Ia menyebut era pelaku "crazy rich" yang lolos dari jeratan hukum telah berakhir.
Sebagai langkah konkret, OJK telah mengaktifkan Satgas PASTI (Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal) yang beranggotakan 21 kementerian dan lembaga, termasuk PPATK, Kepolisian, dan Kementerian Komunikasi dan Digital. Satgas ini berperan aktif dalam merespons laporan masyarakat, melakukan pemblokiran akses sistem keuangan, serta mempercepat penanganan kasus sejak dini.
Namun, Friderica mengungkapkan bahwa hingga saat ini kurang dari 10 persen dana korban scam berhasil dipulihkan. Salah satu penyebab utamanya adalah keterlambatan pelaporan dari masyarakat. Banyak korban baru melapor lebih dari 12 jam setelah kejadian, sementara dalam hitungan menit, dana bisa sudah lenyap ke luar negeri.
BACA JUGA:BEI Dorong Investor Diversifikasi ke ETF Emas, Target Rilis Kuartal IV 2025
BACA JUGA:Tarif Impor Dipangkas jadi 15 Persen, Korsel Sepakat Investasi US$350 Miliar ke AS
Untuk mengatasi hal itu, OJK telah mengembangkan sistem pelaporan cepat, termasuk aplikasi pengaduan daring, kerja sama kolokasi data dengan pelaku industri keuangan, dan peningkatan kecepatan pelacakan transaksi mencurigakan. Edukasi digital juga diperkuat melalui kampanye nasional.
Sebagai bagian dari peringatan HUT ke-80 RI, OJK meluncurkan gerakan “Indonesia Merdeka dari Scam”, yang melibatkan sektor publik dan swasta, termasuk perusahaan telekomunikasi dan platform keuangan digital. Friderica menekankan bahwa kolaborasi lintas sektor sangat krusial agar pelaku keuangan ilegal tidak lagi bisa beroperasi tanpa identitas dan lolos dari pantauan otoritas.
Langkah tegas ini menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah tidak main-main dalam memberantas kejahatan keuangan digital yang terus berevolusi. Transparansi, percepatan pelaporan, dan perlindungan konsumen menjadi pilar utama untuk menciptakan ekosistem keuangan yang aman dan berkelanjutan. (ant)