Baca Koran belitongekspres Online - Belitong Ekspres

Pemberantasan TPPU & Agenda Keadilan Sosial

Petugas membawa barang bukti uang hasil sitaan perkara TPPU perjudian online saat gelar perkara di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (7/5/2025)--(ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/YU)

JAKARTA, BELITONGEKSPRES.COM – “Berani menegakkan keadilan walaupun mengenai diri sendiri, adalah puncak segala keberanian.”

Ungkapan sarat makna dari Buya Hamka ini menjadi pengingat bahwa keberanian sejati tidak diukur dari kekuatan fisik, melainkan dari keteguhan hati dalam menjunjung keadilan, sekalipun kebenaran yang ditegakkan bisa berdampak pada diri sendiri.

Di tengah berbagai tantangan dalam sistem hukum nasional, pesan moral tersebut tetap relevan sebagai pijakan untuk membangun Indonesia yang lebih adil, transparan, dan bermartabat.

Kasus-kasus korupsi, suap, dan gratifikasi yang belakangan terungkap semakin memperjelas bahwa transparansi dan akuntabilitas merupakan fondasi utama bagi keberlangsungan sistem hukum. Tindakan tegas dari Kejaksaan Agung dan Satgas Anti-Korupsi menjadi bukti bahwa negara tidak berpangku tangan dalam menghadapi kejahatan kerah putih.

Namun demikian, masih ada bentuk kejahatan lain yang kerap luput dari perhatian publik, yakni Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Kejahatan ini tidak hanya merusak tatanan ekonomi, tetapi juga memperlebar jurang ketimpangan sosial. Oleh karena itu, upaya pemberantasannya harus menjadi bagian integral dari agenda keadilan sosial di Indonesia.

BACA JUGA:Inovasi Regulasi, Kebijakan Fiskal dalam Pembiayaan Kopdes Merah Putih

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan TPPU menyebutkan bahwa tindak pidana Pencucian Uang tidak hanya mengancam stabilitas perekonomian dan integritas sistem keuangan, tetapi juga dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam bahasa sederhana, Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU adalah menyembunyikan dan menyamarkan uang yang berasal dari tindakan kejahatan,  hingga akhirnya uang tersebut seolah-olah diperoleh dengan cara yang bersih.

Dalam pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang TPPU, disebutkan bahwa hasil tindak pidana yang dimaksud adalah berasal dari korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, dan beberapa tindak pidana lainnya yang disebutkan dalam undang-undang.

Pasal 2 Undang-undang TPPU memberikan definisi yang lebih luas lagi bahwa aliran uang yang berasal dari tindak pidana nasional dalam negeri, namun berasal dari aliran kejahatan berskala internasional. 

Hingga saat ini, stigma pencucian uang yang ada di masyarakat hanyalah berasal dari kejahatan korupsi yaitu anggaran negara APBN/APBD, padahal pencucian uang bisa berasal dari banyak kejahatan lain yang diatur oleh undang-undang dan nilainya sangat besar.

Penegakan Hukum 

Dalam perspektif hukum, TPPU dikenal sebagai follow up crime --kejahatan turunan yang muncul sebagai kelanjutan dari tindak pidana asal atau predicate crime. Tindak pidana asal inilah yang menjadi sumber dana ilegal yang kemudian disamarkan melalui berbagai modus pencucian uang, sebagaimana dijabarkan dalam Pasal 2 Undang-Undang TPPU.

BACA JUGA:Kwik Kian Gie, Sang Nasionalis dan Penjaga Nalar Ekonomi Bangsa

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan