Tuai Kritik, Rumah Subsidi 14 Meter Persegi Terancam Dibatalkan
Contoh rumah subsidi ukuran 14 meter persegi-Muhammad Iqbal-Antara Foto
BELITONGEKSPRES.COM - Rencana pembangunan rumah subsidi dengan luas bangunan hanya 14 meter persegi menuai banyak kritik dari masyarakat. Proyek ini merupakan revisi dari rancangan sebelumnya yang memiliki luas 18 meter persegi. Respons negatif publik membuat pemerintah mempertimbangkan untuk membatalkan kebijakan tersebut.
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait menyatakan dengan tegas bahwa program ini belum final. Pemerintah saat ini sedang mengumpulkan masukan dari masyarakat dengan memamerkan contoh rumah subsidi tipe satu kamar tidur berukuran 14 m², dibangun di atas lahan seluas 25 m². Desain rumah ini dipamerkan secara langsung di pusat perbelanjaan untuk mengukur respons publik.
“Kalau memang itu tidak mendapatkan tanggapan positif dari masyarakat, ya saya batalkan. Selesai,” ujar Maruarar, Minggu 6 Juli.
Ara, sapaan akrabnya, menegaskan bahwa keputusan akhir akan menunggu hasil evaluasi terhadap opini publik serta kesesuaian dengan aturan yang berlaku. Ia juga mengatakan siap menindaklanjuti jika dalam perancangan atau pembangunan terdapat indikasi pelanggaran regulasi.
BACA JUGA:IAI Sebut Rumah Subsidi Tapak Minimal Harus 36 Meter Persegi
BACA JUGA:Pemerintah Gelontorkan Rp18,8 Triliun untuk Rumah Subsidi di Semester I 2025
Sebagai informasi, ide rumah subsidi minimalis ini tercantum dalam draft Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025 yang mengusulkan luas bangunan minimum 18 meter persegi dan luas tanah minimum 25 meter persegi. Namun aturan resmi yang masih berlaku, yaitu Keputusan Menteri PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023, menetapkan standar minimal 21 meter persegi untuk bangunan dan 60 meter persegi untuk tanah.
Selain rumah 14 m², pemerintah juga memperkenalkan desain rumah subsidi dua kamar tidur seluas 23,5 m² di atas lahan 26,3 m² yang dipamerkan di Plaza Semanggi, Jakarta.
Kebijakan perumahan bersubsidi menyasar masyarakat berpenghasilan rendah, namun penyesuaian luas rumah memicu pertanyaan publik soal kelayakan huni dan standar hidup layak. Pemerintah kini membuka ruang dialog dan menjanjikan bahwa keputusan akhir akan berpihak pada aspirasi masyarakat. (beritasatu)