Food Estate
Dahlan Iskan--
BACA JUGA:Hilirisasi Rudi
BACA JUGA:Setelah Putaran
Pabrik mesin tanam yang di Mlilir, dekat Ponorogo, itu misalnya. Bukan saja tidak berkembang. Justru tutup.
Dua kali saya pernah ke sana. Zaman ITU. Saya dorong ia untuk terus berkembang --lewat order dan order. Lima tahun kemudian saya ke sana lagi. Sebagai orang biasa. Saya hanya bisa mengelus dada.
Mesin panen pun tidak berkembang semestinya.
Dari kacamata petani, harga beras Rp 18.500 sekarang adalah harga bagus. Belum sangat bagus. Baru bisa menutupi biaya-biaya yang kian mahal. Termasuk pupuk dan terutama tenaga kerja.
Bagi petani yang minggu ini bisa mulai panen, tentu sempat menikmati harga bagus tersebut. Misalnya di beberapa tempat di Sragen. Sudah ada pedagang yang mau membeli GKP Rp 8.000/kg. Anda sudah tahu GKP: Gabah Kering Panen. Yakni gabah dari padi yang sudah tua. Sudah waktunya dipanen. Belum dijemur.
Dengan harga beli GKP setinggi itu, maka tidak mungkin harga beras bisa di bawah Rp 18.000/kg. Anda kan sudah hafal rumusnya: satu kuintal GKP akan menjadi 50 kg beras.
BACA JUGA:Solusi Sapi
BACA JUGA:Kaca Spion
Saya hubungi tokoh petani di Sragen kemarin sore. Saya kaget: seminggu lagi sudah ada yang panen di sana. Alhamdulillah. Berarti akhir bulan depan sudah panen raya. Tidak sampai dua bulan lagi seperti yang saya perkirakan di Disway kemarin.
Maka harga tinggi saat ini adalah persoalan jangka sangat pendek. Harga beras segera turun --satu bulan lagi. Pedagang yang telanjur membeli GKP Rp 8.000 akan tetap jual beras sekitar Rp 18.000. Sebulan ke depan. Kejar laba jangka pendek.
Setelah itu harga beras turun. Persoalan mendasar pertanian beras kita pun akan dilupakan lagi.
Saya tidak tahu seberapa tertarik presiden baru kita --atau wakilnya-- memulai cara baru sistem pertanian kita: sistem kelompok korporasi.
Baiknya memang diuji coba dulu di Jawa. Tiap satu kabupaten satu SKK. Kalau hasilnya baik langsung dikembangkan.