Kasus Pagar Laut Bekasi: Bareskrim Polri Tetapkan 9 Orang Jadi Tersangka

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro (tengah) berbicara dengan awak media di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (10/4/2025)-Nadia Putri Rahmani-ANTARA

BELITONGEKSPRES.COM - Praktik manipulasi tanah terungkap di Desa Segarajaya, Tarumajaya, Kabupaten Bekasi. Bukan hanya permainan angka atau nama di atas kertas melainkan pergeseran wilayah dari daratan ke laut. Sebanyak 93 sertifikat hak milik (SHM) diduga dipalsukan, melibatkan aparatur desa hingga tim teknis PTSL.

Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri menetapkan sembilan tersangka dalam kasus yang mencuat setelah laporan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN. Sertifikat yang semestinya melindungi hak atas tanah, justru jadi alat manipulasi.

Yang paling mencolok, perubahan data tidak hanya mencakup nama pemegang hak. Luas tanah dan lokasi pun diduga direkayasa hingga memindahkan batas wilayah dari darat ke wilayah perairan. Dalam konstruksi hukum, ini bukan sekadar pemalsuan dokumen, melainkan pembentukan kepemilikan fiktif di atas zona yang seharusnya tak bisa diperjualbelikan.

Siapa yang terlibat?

Daftarnya panjang. Mulai dari MS, mantan kepala desa yang menandatangani dokumen awal PTSL, hingga AR, kepala desa aktif yang disebut menjual tanah laut kepada dua pihak swasta. Nama-nama lain mencakup aparatur desa, staf, dan anggota tim support PTSL menunjukkan bahwa manipulasi ini tak mungkin terjadi tanpa jejaring internal yang rapi.

BACA JUGA:Kabar Duka: Penyanyi Legendaris Titiek Puspa Meninggal Dunia di Usia 87 Tahun

BACA JUGA:Keluarga Korban Tembak Polisi di Lampung Desak Sidang Terbuka dan Tuntut Hukuman Mati

"Penetapan tersangka sudah melalui gelar perkara dengan penyidik dan pengawas. Kami sepakat menetapkan sembilan orang sebagai tersangka," ujar Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro di Jakarta.

Lebih dari 40 saksi telah diperiksa, dan bukti dari laboratorium forensik memperkuat dugaan pemalsuan: objek, subjek, dan bahkan luas tanah berubah secara signifikan.

Motif dan modus

Modus operandi klasik yang dipakai: mengubah data SHM yang sah menjadi milik nama baru secara ilegal. Namun, skala dan dampaknya luar biasa. Pemalsuan ini bisa menyebabkan konflik agraria, kekacauan tata ruang, bahkan potensi sengketa hukum yang berlarut.

Kasus ini menambah daftar panjang persoalan dalam implementasi program PTSL yang seharusnya menjamin legalitas tanah bagi rakyat. Justru dalam praktiknya, celah administrasi dan pengawasan membuka peluang bagi pemalsuan.

Penyidik menegaskan akan segera melakukan langkah-langkah lanjutan berupa pemanggilan dan pemeriksaan terhadap para tersangka, untuk selanjutnya berkas perkara dilimpahkan ke kejaksaan. (antara)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan