BPS: Efek Kenaikan UMR Terhadap Tingkat Kemiskinan Akan Terlihat di Maret 2025

Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menghadiri konferensi pers, di Jakarta, Rabu (15/1/2025)-Uyu Septiyati Liman- ANTARA

BELITONGEKSPRES.COM - Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan bahwa dampak dari kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) yang baru saja diterapkan oleh pemerintah terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia baru akan terlihat secara jelas dalam Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada Maret 2025.

"Kami saat ini hanya dapat menyampaikan hasil Susenas yang dilakukan pada September 2024. Kenaikan UMR mulai berlaku pada bulan Januari, sehingga kita baru bisa merekam dampaknya di Susenas Maret 2025," jelasnya di Jakarta pada hari Rabu.

Amalia juga menambahkan bahwa hasil Susenas Maret 2025 akan diumumkan pada bulan Juli mendatang. Meskipun demikian, ia mencatat bahwa hasil Susenas pada September 2024 menunjukkan penurunan angka kemiskinan, yang menunjukkan bahwa kenaikan UMR dapat berpotensi meningkatkan daya beli pekerja, terutama bagi mereka yang berada di garis kemiskinan dan kelas menengah ke bawah.

"Kenaikan UMR ini berpotensi meningkatkan daya beli dan taraf hidup pekerja, memungkinkan mereka untuk mengakses kebutuhan dasar seperti pangan, pendidikan, dan layanan kesehatan yang lebih baik," lanjut Amalia.

BACA JUGA:Menko Perekonomian Sebut Harga BBM Indonesia Tetap Stabil di Tengah Konflik Timur Tengah

BACA JUGA:Zulkifli Hasan Komitmen Tingkatkan Akses Perbankan bagi Penggilingan Padi Kecil

Ia menekankan pentingnya pengendalian inflasi, terutama pada harga-harga yang fluktuatif, agar kenaikan UMR ini dapat memberikan dampak positif. Dengan pengendalian inflasi yang baik, daya beli pekerja diharapkan dapat meningkat.

Terkait dengan komposisi tenaga kerja, Amalia menyebutkan bahwa sekitar 61,34 persen rumah tangga miskin memiliki kepala keluarga yang bekerja di sektor informal, dengan mayoritas, yakni 47,34 persen, berada di sektor pertanian. Selain itu, pendidikan kepala rumah tangga miskin cenderung rendah, dengan 64,15 persen di antaranya hanya memiliki pendidikan setara SD atau bahkan tidak menyelesaikannya.

"Ini menunjukkan bahwa rumah tangga miskin di Indonesia umumnya dikuasai oleh mereka yang bekerja di sektor pertanian, status pekerjaannya informal, dan memiliki pendidikan rendah," tuturnya.

Pada September 2024, jumlah penduduk miskin di Indonesia tercatat sebanyak 24,06 juta orang, menurun 1,16 juta dibandingkan Maret 2024. Penurunan ini mencerminkan tingkat kemiskinan yang mengalami penurunan sebesar 0,46 basis poin, dari 9,03 persen menjadi 8,57 persen. (ant)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan