Rekam Jejak Kebijakan Ekonomi 2024 Serta Dampaknya pada 2025
Ilustrasi investasi-Istimewa-
BELITONGEKSPRES.COM - Tahun 2024 menjadi titik balik penting bagi ekonomi Indonesia, dengan berbagai kebijakan strategis yang tidak hanya memengaruhi situasi saat ini, tetapi juga membentuk fondasi untuk tahun-tahun mendatang.
Langkah-langkah pemerintah ini mencerminkan upaya untuk menyeimbangkan penerimaan negara, investasi, dan kesejahteraan masyarakat, meskipun beberapa kebijakan memicu diskusi dan tantangan di lapangan.
Achmad Nur Hidayat, seorang ekonom dan pakar kebijakan publik, menyoroti perjalanan ekonomi Indonesia sepanjang 2024, dari reformasi perpajakan hingga perubahan subsidi dan penyesuaian tarif.
Reformasi Pajak dan Penyesuaian Subsidi di Awal Tahun
Awal tahun 2024 ditandai dengan pengesahan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang bertujuan menyederhanakan sistem perpajakan serta meningkatkan efisiensi dan daya saing investasi. Meskipun kebijakan ini disambut baik, dampaknya terhadap kelas menengah diproyeksikan mulai terasa pada 2025, terutama melalui beban pajak yang lebih terstruktur.
BACA JUGA:Besok PPN 12 Persen Berlaku, DPR Optimistis Daya Beli Tetap Stabil
BACA JUGA:Zulkifli Hasan: Tidak Ada Kenaikan PPN untuk Semua Komoditas Pangan Dalam Negeri
Bulan berikutnya, pemerintah mengusulkan pengetatan subsidi bahan bakar minyak (BBM) dengan mekanisme berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK). Langkah ini bertujuan memastikan subsidi lebih tepat sasaran, meski juga memunculkan potensi kenaikan biaya transportasi bagi sebagian masyarakat yang tidak lagi memenuhi kriteria penerima subsidi.
Perpanjangan Kontrak Freeport dan Kebijakan Ekspor Pasir Laut
Maret menjadi bulan strategis dengan keputusan memperpanjang kontrak PT Freeport Indonesia. Perjanjian baru ini mencakup kewajiban pembangunan smelter dan peningkatan royalti, sebuah langkah yang dianggap vital untuk menarik investasi asing meskipun mendapat kritik terkait pengelolaan sumber daya alam.
Pada April, pemerintah mencabut larangan ekspor pasir laut untuk meningkatkan devisa negara. Namun, kebijakan ini memicu kekhawatiran dari kalangan lingkungan hidup, yang menilai risiko kerusakan ekosistem laut.
Tarif PPN dan Pajak Barang Mewah
Pada pertengahan tahun, wacana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai menjadi perbincangan. Kebijakan ini, yang dijadwalkan berlaku pada akhir 2024, diharapkan memperkuat penerimaan negara, meskipun akan langsung berdampak pada daya beli masyarakat kelas menengah di tahun berikutnya.
BACA JUGA:Dorong Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen, Pemerintah Siapkan 8 Strategi dalam RPJMN 2025-2029
BACA JUGA:IMF Puji Ekonomi Indonesia: PDB Naik 4 Kali Lipat, Kemiskinan Turun Drastis
Selain itu, peningkatan pajak barang mewah ditujukan untuk menciptakan keadilan fiskal dengan membebani kelompok berpenghasilan tinggi tanpa mengganggu kebutuhan dasar masyarakat.
Investasi, Digitalisasi, dan Swasembada Pangan
Kebijakan penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) badan pada Juni menandai komitmen pemerintah untuk menarik lebih banyak investasi asing dan meningkatkan daya saing global. Langkah ini disusul oleh investasi Starlink, perusahaan satelit milik Elon Musk, untuk mendukung digitalisasi di wilayah terpencil.