Selamate’ Bahase Belitong!
Berbagai Macam Bahasa Belitong pada Festival Bahase Belitong I di Museum Kata Andrea Hirata-Istimewa-
Bahasa Melayu juga berperan sebagai bahasa nasional di beberapa negara, yaitu Indonesia (dengan nama Bahasa Indonesia), Malaysia, Brunei, dan Singapura (Prentice, 2003; Quar et al., 2008).
Secara historis, Bahasa Melayu telah menjadi lingua franca di kawasan Asia Tenggara, memfasilitasi komunikasi antar-etnis dan perdagangan sejak berabad-abad lalu (Blagden, 1917; Othman, 2023).
Bahasa Melayu Belitong
Bahasa Melayu Belitong adalah salah satu varian bahasa Melayu yang digunakan oleh masyarakat di Pulau Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Bahasa ini merupakan bagian dari rumpun bahasa Melayuik dan memiliki ciri khas tersendiri dalam kosakata, pelafalan, serta gaya bahasa yang membedakannya dari varian Melayu lain seperti Melayu Bangka atau Melayu Riau.
BACA JUGA:Menjaga MBG Tetap Hadir Melayani Siswa
Dalam kehidupan sehari-hari, bahasa Melayu Belitong berfungsi sebagai alat komunikasi utama, identitas budaya, serta sarana pelestarian tradisi lisan dan nilai-nilai lokal (Henri & Erpandi, 2021).
Ciri khas bahasa Melayu Belitong ini familier terdengar berakhiran huruf “e” pepet, seperti pada bahasa Melayu Malaysia, namun dengan logat atau dialek yang berbeda, serta memiliki kosakata tersendiri.
Penelitian menunjukkan bahwa bahasa Melayu Belitong digunakan dalam berbagai aspek kehidupan. Mulai dari percakapan sehari-hari, tradisi lisan, hingga karya sastra seperti novel dan cerita rakyat yang menggambarkan realitas sosial masyarakat Belitung (Saputra, 2021; Hirata & Joat, 2020). Termasuklah obrolan di dalam keluarga.
Selain itu, interaksi dan integrasi dengan etnis lain, seperti Tionghoa, turut memperkaya dinamika penggunaan bahasa Melayu Belitong ini di masyarakat, menciptakan harmoni dan toleransi antarbudaya (Irwandi & Yusuf, 2023). Namun, tantangan modernisasi dan pengaruh bahasa nasional maupun asing membuat pelestarian bahasa ini menjadi penting, agar warisan budaya dan identitas lokal tetap terjaga (Henri & Erpandi, 2021).
Dinamika Bahasa Melayu
Di era globalisasi yang serba cepat ini, bahasa Melayu menghadapi tantangan besar, yaitu salah satunya pergeseran penggunaan ke bahasa lain, terutama di kalangan generasi muda dan lingkungan pendidikan (Taher et al., 2022; Wahyusari et al., 2023; Nur et al., 2023). Tak menepis ihwal ini terjadi pada bahasa Melayu Belitong di Pulau Belitung itu sendiri.
Penelitian menunjukkan bahwa vitalitas bahasa Melayu, seperti di Bengkulu dan Kepulauan Riau, mulai menurun akibat dominasi bahasa nasional dan asing, serta kurangnya penggunaan dalam kehidupan sehari-hari dan institusi formal (Taher et al., 2022; Wahyusari et al., 2023). Misalnya, pada bahasa di sarana publik, media sosial institusi, dan belum membuminya peraturan daerah mengenai pelestarian bahasa daerah.
Meski demikian, upaya pelestarian terus dilakukan melalui berbagai strategi. Beberapa strategi itu seperti penggunaan bahasa Melayu dalam keluarga, pelibatan pemerintah dan lembaga adat, serta penguatan peran bahasa Melayu dalam pendidikan dan kegiatan budaya (Taher et al., 2022; Othman et al., 2022; Husna et al., 2024; Nur et al., 2023).
Tradisi lisan, seperti pantun, syair, dan ritual keagamaan, terbukti efektif menjaga eksistensi bahasa Melayu sebagai media pewarisan nilai, sejarah, dan identitas (Ayu et al., 2025; Elvina & Yasnel, 2025). Selain itu, inovasi dalam pendidikan, seperti pemanfaatan peribahasa Melayu dalam pembelajaran, dapat menumbuhkan kebanggaan dan keterlibatan generasi muda (Adilah et al., 2025).
BACA JUGA:Dari Bengkel ke Bandara: Perjalanan Epik H.AS. Hanandjoeddin Sang Pahlawan Belitong