BELITONGEKSPRES.COM - Anggota Komisi V DPR RI Sudjatmiko menggarisbawahi pentingnya penggunaan produk lokal dalam program pembangunan 3 juta rumah per tahun, khususnya di sektor konstruksi.
Dalam pertemuan kerja dengan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman di Gedung Parlemen Jakarta pada hari Senin, Sudjatmiko menyoroti fakta bahwa meskipun Indonesia memiliki pabrik aluminium composite panel (ACP) berskala besar di Surabaya dan Jakarta, banyak proyek konstruksi masih mengandalkan bahan impor.
Dia mengingatkan bahwa ketergantungan pada impor dapat membawa dampak negatif, mirip dengan masalah yang dialami Sritex, di mana industri lokal tertekan oleh produk asing. “Kita harus menghindari situasi seperti Sritex kedua,” tegas Sudjatmiko.
Selain isu penggunaan ACP, Sudjatmiko juga menyoroti harga semen yang dinilai masih terlalu tinggi. Ia merekomendasikan agar perusahaan-perusahaan semen, seperti Semen Indonesia dan PT Indocement, mengklasifikasikan produk mereka menjadi dua kategori: semen untuk pasar ritel dan semen khusus untuk pembangunan rumah murah. Dengan cara ini, diharapkan harga semen untuk rumah murah bisa ditekan.
BACA JUGA:Wamensos: Indonesia Miliki Landasan Kuat Laksankan Program Makan Bergizi Gratis
BACA JUGA:Strategi Menperin untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi di Atas 8 Persen
Sebelumnya, dalam rapat kerja pada 29 Oktober, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait menyatakan bahwa kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk perusahaan besar, sangat dibutuhkan untuk mencapai target pembangunan 3 juta rumah per tahun.
Dia juga mengungkapkan bahwa anggaran Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman untuk 2025 adalah Rp5,078 triliun, yang merupakan penurunan signifikan dibandingkan dengan anggaran tahun 2024 sebesar Rp14,3 triliun.
Maruarar menekankan perlunya langkah inovatif untuk meningkatkan efisiensi dan menekan biaya guna mencapai target tersebut. Salah satu solusi yang sedang dibahas adalah penerapan mekanisme pembelian terpusat untuk material bangunan.
Contohnya, pembelian semen untuk program ini diperkirakan akan menghabiskan lebih dari Rp10 triliun. Dengan menggunakan mekanisme pembelian terpusat, diharapkan biaya produksi dapat ditekan sehingga harga rumah menjadi lebih terjangkau bagi masyarakat. (ant)