BELITONGEKSPRES.COM - Hujan baru saja reda ketika ANTARA berkunjung ke bangunan bersejarah sisa Belanda, tempat didirikannya organisasi pergerakan modern Boedi Oetomo, yakni gedung Museum Kebangkitan Nasional, di Jakarta Pusat.
Di dalam kompleks bangunan berkelir dominan putih dan abu-abu yang merupakan bekas sekolah kedokteran milik Belanda School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) itu, Sabtu, 2 November 2024, sedang bergulir pameran bertajuk "Mari Ber-lenso!" yang diselenggarakan Yayasan Irama Nusantara.
Pameran itu menampilkan beragam arsip, mulai dari rilisan musik, foto-foto, lembar lirik, dan potongan artikel seputar lenso.
Lenso merupakan tarian muda dan mudi dari daerah Maluku dan Minahasa, yang kemudian digagas Presiden pertama RI Soekarno untuk menggambarkan musik populer dengan kepribadian Indonesia.
BACA JUGA:Kembali Kepada Indonesia
Lenso digagas sebagai alternatif musik atau irama dansa, untuk menghadapi dominasi budaya musik dari Barat—yang disebut Soekarno dengan sebutan musik ‘Ngak Ngik Ngok’—pada tahun 1960-an. Lenso adalah sebuah kebangkitan sekaligus perlawanan.
Saat memasuki ruang pameran tersebut, pengunjung disuguhi musik-musik berirama lenso, yang beberapa lagunya memiliki lirik sarat nilai nasionalisme patriotisme bangsa. Irama lenso membuat suasana yang sedikit temaram akibat mendung pascahujan, menjadi syahdu.
Salah satu lagu yang diputar di sana adalah lagu berjudul "Lenso Bergotong-Rojong" yang dinyanyikan Titiek Puspa, dengan penggalan lirik sebagai berikut:
“…Ayo kawan yang tua dan yang muda, kerahkanlah semua tenaga. Kalau ingin hidup yang berdikari, harus mau bergotong-rojong. Jangan suka dengki dan iri hati, tentu bahagia akan menyongsong.
Hasil semua palawija, binatang ternak yang berjuta. Asal mau kau pelihara, tentu kau takkan sengsara. Kini kawan tak perlu susah hati, gotong-rojong tuk berdikari. Kalau di dusun makmur dan bahagia, negara kita pastilah jaya.”
BACA JUGA:Kandidat Pilkada 2024 Berburu Tuah Jokowi
Penggalan lirik lagu itu seakan ingin mempertegas Indonesia sebagai bangsa besar yang mampu berdikari. Lagu-lagu semacam itu diperlukan untuk menumbuhkan semangat nasionalisme dan patriotisme bangsa pada dekade-dekade awal setelah kemerdekaan.
Terdengar juga lagu ciptaan Soekarno sendiri berjudul "Bersuka Ria" yang dinyanyikan oleh Bing Slamet, Nien Lesmana, Rita Zahara, dan Titiek Puspa, yang merupakan lagu dalam kompilasi album "Mari Bersuka Ria" dengan irama lenso tahun 1965.
Penggalan liriknya kira-kira seperti ini: “Mari kira bergembira sukaria bersama. Hilangkan sedih dan duka, mari nyanyi bersama. Lenyapkan duka lara bergembira semua.
...Siapa bilang bapak dari Blitar, bapak kita dari Prambanan. Siapa bilang rakyat kita lapar, Indonesia banyak makanan.”