Kebijakan Satu Peta
Rachman Rifai, Direktur Kelembagaan dan Jaringan Informasi Geospasial dari Badan Informasi Geospasial (BIG) RI, menekankan pentingnya Kebijakan Satu Peta (KSP) dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan.
BACA JUGA:Peserta Turnamen e-Football Perdana di Beltim Membludak, Slot Pendaftaran Ludes Hitungan Menit
BACA JUGA:Bawaslu Beltim Pastikan Telah Lakukan Sosialisasi Pengawasan Partisipatif
Menurutnya, KSP adalah kunci untuk mengatasi masalah tumpang tindih dalam pembangunan dan perizinan tata kelola wilayah.
"Dulu, pernah ada kasus di wilayah Timur Indonesia yang merencanakan pembangunan bendungan, tapi setelah dicek, ternyata area sawahnya hanya sepetak kecil. Ini terjadi karena tidak mengikuti kaidah spasial," ungkap Rachman yang menjadi narasumber.
Rachman menjelaskan bahwa tumpang tindih perizinan atau masalah dalam tata ruang masih sering terjadi. Bahkan, pada suatu waktu, perizinan bermasalah sempat mencapai 40% dari seluruh wilayah Indonesia.
"Dengan Kebijakan Satu Peta, kita berhasil menurunkan masalah ini hingga 10%. Namun, masih ada sekitar 30% yang perlu ditangani. Ke depan, kami akan terus mengurangi angka tersebut hingga masalah perizinan benar-benar bisa diatasi," tambah Rachman.
BACA JUGA:Siswa SMAN 1 Manggar Kembali Raih Prestasi, Obel Rebut Medali Perak OSN 2024
BACA JUGA:Media Asing Soroti Penurunan 9,5 Juta Kelas Menengah Indonesia, Apa Penyebabnya?
BIG juga mendorong agar setiap instansi pemerintah yang memiliki atau memproduksi peta, wajib menyebarluaskan datanya melalui jaringan informasi geospasial. Sejak 2014 hingga saat ini, BIG telah mengumpulkan 24.000 set data.
"Data-data dari BIG hampir semuanya sudah tersedia, termasuk data KSP yang telah kita buka. Fungsi KSP ini sangat penting, terutama untuk perencanaan pembangunan seperti pembuatan RT/RW, RD/TR, dan lain-lain," jelas Rachman.