Begitu Olimpiade selesai, ekonomi Tiongkok melambat dan dua tahun kemudian runtuh.
Ternyata lima tahun setelah buku itu terbit, Tiongkok menjadi kekuatan ekonomi ketiga terbesar di dunia. Mengalahkan negara bebas Jerman. Tinggal kalah oleh Jepang dan Amerika.
Lalu ada ramalan lagi Tiongkok akan runtuh tahun 2015.
Setelah tahun itu Tiongkok jadi kekuatan ekonomi kedua terbesar di dunia. Mengalahkan Jepang. Tinggal kalah dari Amerika.
Tidak hanya dua kali Tiongkok diramalkan runtuh. Ketika dilanda wabah SARS dulu juga diramal akan runtuh. Demikian juga dengan Covid-19.
Lalu saya menantang seminar: mana yang lebih memberikan kebebasan. Tiongkok atau negara demokrasi.
BACA JUGA:Tersiksa Jendela
BACA JUGA:Depan Belakang
Demokrasi adalah aplikasi dari doktrin kebebasan. Lalu untuk mengaplikasikan demokrasi dilaksanakanlah Pemilu: lima tahun sekali –atau empat, atau enam tahun sekali.
Setiap kali Pemilu, calon pemimpin selalu takut pada para pemilih. Mereka akan cenderung memenuhi emosi pemilih –biar pun emosi itu tidak rasional.
Akibatnya banyak program di negara demokrasi yang tidak rasional.
Di Tiongkok, konstitusinya, ideologinya, telah membebaskan –bukan hanya menjanjikan kebebasan– dari semua hal yang tidak cocok dengan ilmu pengetahuan.
Maka Andi berpendapat bahwa ilmu pengetahuan juga harus tegas masuk konstitusi kita. Agar science punya masa depan di Indonesia.
Selama ini, katanya, yang sudah masuk konstitusi adalah iman dan takwa.
BACA JUGA:Risang Bima
BACA JUGA:Kepentingan Umum