BACA JUGA:Tersiksa Jendela
Anda sudah tahu: daratan Shada Alabo lebih luas dari Indonesia yang luas itu. Nggak percaya? Kurangi lautnya. Jumlahkan tanahnya. Tanah kita lebih kecil dari tanah Arab Saudi.
Kurangi juga tanah kita yang tidak subur. Belum tentu masih bisa lebih luas dari provinsi Qassim.
Yang juga baru: kini Provinsi Qassim menanam gandum. Akan terus dikembangkan. Saya baca rencana itu: Qassim akan jadi eksporter gandum. Insya Allah.
Keesokan harinya saya dapat keterangan dari staf kedutaan besar kita di Riyadh: mulai banyak TKI kita di Qassim yang kerjanya di bidang pertanian. Saya tersenyum mendengar penjelasan itu. Orang Indonesia kerja di bidang pertanian di Arab Saudi.
Senja hari saya ke supermarket. Beli tomat ceri dan timun kecil-kecil. Untuk makan malam. Tomatnya dua gelas. Timunnya satu bungkus: isi 18 biji. Habis 60 riyal –sekitar Rp 260 ribu Organik. Juga produk lokal.
BACA JUGA:Depan Belakang
BACA JUGA:Risang Bima
Sambil jalan pulang ke hotel saya beli jagung bakar. Di pinggir taman. Satu biji 5 riyal. "Beli 10 riyal saya beri tiga," katanya. Tiga jagung bakar Rp 40 ribu. Itu jagung produksi Qassim. Jagung manis.
Penduduk Buraydah lebih setengah juta: kota besar untuk ukuran Arab. Tidak aneh: di dalam kota tidak terlihat pohon. Gersang. Apalagi semua bangunannya warna krem. Mata yang terbiasa menatap warna hijau tiba-tiba harus sering berkedip: sampai harus beli kacamata hitam.
Habis makan malam saya berolahraga. Satu jam. Mandi. Tidur. Ini kota besar. Besok pasti ada kendaraan menuju Riyadh. Pasti ada terminal bus.
Saya juga sudah tahu: ada juga kereta dari Buraydah ke Riyadh. Hanya jadwalnya belum tahu. Gampang. Besok saja. Tidur dulu. Sambil membawa mimpi indah: di TV Buraydah Liverpool baru saja menang dramatik. Entah di TV Anda.