BACA JUGA:Oplosan Blending
"Tapi lebih baik jadi macan ompong dari pada macan sirkus," katanya di Liputan6 itu. Saya tidak bisa menebak siapa yang ia maksud dengan macan sirkus.
Maksudnya: jadi macam ompong masih bisa menyemprot dan memarahi mereka. Meskipun yang dimarahi biasanya hanya diam menunduk sepanjang rapat.
"Kalau saya yang jadi dirut satu hari bisa saya beresi," katanya.
Saya setuju dengan Ahok. Pertamina buka-bukaan saja. Toh uang hampir seribu triliun itu masuk ke perusahaan. Ups...bukan begitu. Pertamina beli bensin oplosan dengan harga Ron 92. Padahal yang diterima dari pedagang hanya Ron 90.
Berarti uang hampir Rp 1.000 triliun itu masuk ke penjual oplosan? Pertamina membeli dengan harga Ron 92 menjual dengan Ron 92. Tidak dapat apa-apa. Pertamina tertipu hampir seribu triliun. Kerugian negara.
Berarti seluruh karyawan Pertamina juga harus marah: perusahaanya ditipu hampir seribu triliun.
Mengapa bisa ditipu. Selama lima tahun. Senilai sampai hampir seribu triliun. Ahok saja tidak tahu. Apalagi karyawan biasa Pertamina.
Namun Ahok juga seperti agak meragukan tuduhan itu benar-benar terjadi. Jangan-jangan, ia bilang, latar belakangnya hanya ingin ganti pemain saja. "Kejagung kan menduga, boleh juga dong kita juga menduga," katanya.
Ahok akan dengan senang hati datang bila dipanggil Kejagung. Akan ia serahkan semua data yang ia miliki. "Asal dibuka untuk umum," katanya. "Saya dulu juga menunggu dipanggil DPR tapi gak dipanggil-panggil," katanya.
Dalam pembelian itu Pertamina tentu akan berpegang pada sertifikat mutu: bahwa bensin yang dibeli (dari pemasok) sudah memenuhi syarat sebagai Pertamax.
Sudah ada lembaga yang bertanggung jawab atas pemeriksaan mutu itu: Lemigas. Kita belum tahu apa kata Lemigas.
Membeli BBM impor rumit. Membangun kilang sendiri mahalnya bukan main dan IRR-nya hanya sekitar 6 --balik modalnya baru 12 tahun.
Semua kerumitan itu dan semua kemahalan itu, sebenarnya bisa hilang dengan dua kata: mobil listrik. (Dahlan Iskan)