Kementerian Komdigi Rancang Kebijakan untuk Lindungi Anak di Ruang Digital

Ilustrasi media sosial-Istimewa-

BELITONGEKSPRES.COM - Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) sedang merancang kebijakan baru untuk melindungi anak-anak di dunia digital. Inisiatif ini diambil berdasarkan arahan Presiden Prabowo, yang menekankan pentingnya perhatian terhadap konsumsi digital masyarakat, terutama untuk anak-anak di bawah umur.

Hafiz Noer, seorang pakar digital dan peneliti di Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada, menegaskan bahwa kebijakan baru ini perlu dirancang dengan metode dan sasaran yang jelas. Ia menggarisbawahi pentingnya melakukan evaluasi terhadap program literasi digital yang telah ada sebelumnya. 

“Langkah pertama yang harus diambil adalah mengevaluasi kebijakan yang telah diterapkan oleh Kominfo. Di CfDS, kami telah bekerja sama dengan Kominfo dan LSM lainnya, dan kolaborasi ini masih terus berlangsung,” ungkap Hafiz dalam keterangan resminya pada 20 Januari.

Hafiz berpendapat bahwa kebijakan baru seharusnya bersifat progresif dan bukan hanya inisiatif tambahan. Perlindungan anak di ruang digital, menurutnya, dapat dimulai dengan peningkatan literasi dan kecakapan digital. Ia mengingatkan bahwa usulan untuk memasukkan literasi digital dalam kurikulum merdeka pernah ada, tetapi sayangnya hanya berfungsi sebagai bimbingan belajar, bukan sebagai mata pelajaran utama.

BACA JUGA:Kemensos dan Kementan Jalin Kerjasama Mengatasi Kemiskinan Melalui Ketahanan Pangan

BACA JUGA:Pelanggar HET Pupuk Subsidi Akan Ditindak, Ancaman Pidana hingga Denda 1 Miliar

“Penting untuk membedakan antara kecakapan digital dan literasi digital. Meskipun memahami penggunaan perangkat seperti pengolah kata dan coding itu penting, mempelajari etiket dan netiket dalam dunia digital jauh lebih krusial,” jelas Hafiz mengenai perlindungan anak di ruang digital.

Ia juga menekankan bahwa prioritas literasi digital harus membantu masyarakat menjadi pengguna yang lebih selektif dan bijaksana. Pemerintah juga diharapkan dapat meninjau kebijakan yang diterapkan oleh platform digital seperti X, Meta, YouTube, dan TikTok, yang telah memiliki pedoman komunitas untuk menyaring informasi.

“Kita tidak bisa menggeneralisasi kebutuhan dan kondisi literasi digital karena setiap platform memiliki karakter pengguna yang berbeda. Namun, masih banyak upaya yang perlu dilakukan,” katanya mengenai perlindungan anak di ruang digital.

Hafiz mengingatkan bahwa dampak digitalisasi tidak hanya dialami oleh anak-anak, tetapi juga oleh orang tua dan lansia. 

BACA JUGA:Badan Gizi Nasional: Selama Ramadan, Anak Sekolah Terima Makanan yang Dapat Dibawa Pulang

BACA JUGA:Seing Marah-marah dan Memecat Mendadak, Menteri Diktisaintek Satryo di Demo ASN-nya

Menurut survei yang dilakukan oleh Center for Strategic and International Studies (CSIS), 33,3% responden yang pernah melihat konten DeepFake meyakini bahwa konten tersebut adalah benar, sementara 4,1% di antaranya mengaku pernah menyebarkannya.

Untuk menangani penyebaran konten digital yang masif, Hafiz menyarankan kolaborasi antara Komdigi dan berbagai pihak, termasuk aliansi antihoaks dan pakar digital. “Di CfDS, kami memiliki berbagai program kerjasama dengan organisasi lain seperti Mafindo. Kami berharap gerakan masyarakat ini terus didukung oleh pemerintah,” tambahnya dalam konteks perlindungan anak di ruang digital. (beritasatu)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan