Hilirisasi Bauksit Tertinggal, Menteri Bahlil Siapkan Strategi Percepatan
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia ditemui di Jakarta, Jumat (29/11/2024) -Muzdaffar Fauzan-ANTARA
BELITONGEKSPRES.COM - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan komitmennya untuk mempercepat hilirisasi bauksit guna meningkatkan nilai tambah sektor pertambangan Indonesia.
Menurut Bahlil, hilirisasi bauksit saat ini masih tertinggal jauh dibandingkan nikel, yang telah mengalami perkembangan signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
"Saya akui, hilirisasi nikel jauh lebih cepat daripada bauksit. Oleh karena itu, percepatan di sektor bauksit menjadi fokus kami ke depan," ujarnya di Jakarta, Jumat.
Bahlil menjelaskan bahwa salah satu langkah percepatan adalah dengan memperkuat skema pembiayaan, yang saat ini sedang ditata pemerintah.
BACA JUGA:Menteri Pangan Ungkap Bulog Akan Bertansformasi Menjadi Badan Otonom
BACA JUGA:Jelang Libur Natal dan Tahun Baru, Garuda Indonesia Umumkan Penurunan Harga Tiket Pesawat
Selain itu, ia berencana mengundang para pelaku industri, terutama yang bergerak di sektor pengolahan dan pemurnian bauksit (smelter), untuk berdiskusi dan mendorong percepatan proses hilirisasi.
Menurutnya, akses pembiayaan yang memadai dapat menjadi kunci keberhasilan pembangunan dan pengoperasian smelter bauksit yang lebih cepat dan efisien.
Saat ini, data dari Indonesia Mining Association (IMA) menunjukkan bahwa dari 12 smelter bauksit yang direncanakan, baru 4 unit yang beroperasi, yaitu PT Indonesia Chemical Alumina, PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (termasuk ekspansi), dan PT Bintan Alumina Indonesia.
Sebaliknya, sektor nikel mencatat perkembangan yang jauh lebih pesat dengan 116 smelter yang sudah beroperasi pada tahun 2023. Perbedaan ini menunjukkan adanya tantangan yang signifikan dalam mendorong kemajuan sektor bauksit.
BACA JUGA:Penurunan 10 Persen Harga Tiket Pesawat Saat Nataru Jadi Solusi Meringankan Beban Masyarakat
Indonesia memiliki potensi sumber daya bauksit yang besar, yakni 7,4 miliar ton bijih dengan total cadangan 2,7 miliar ton. Meski demikian, angka ini masih berada di bawah potensi nikel yang mencapai 18,5 miliar ton bijih dengan cadangan 5,3 miliar ton.
Menurut data United States Geological Survey (USGS) dan Badan Geologi Kementerian ESDM, Indonesia adalah produsen nikel terbesar kedua di dunia dan bauksit terbesar keempat. Namun, lambatnya kemajuan hilirisasi bauksit menunjukkan perlunya pendekatan strategis untuk mengoptimalkan potensi tersebut.