Ditjen Pajak Sebut PPN 12 Persen Tidak Hambat Daya Beli Meski Ada Kenaikan Tarif
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Dwi Astuti mengeklaim keputusan menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025 justr-Alfida Rizky Febrianna-Beritasatu.com
BELITONGEKSPRES.COM - Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan menyatakan bahwa kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025 akan berdampak positif pada daya beli masyarakat, meskipun ada kenaikan tarif.
Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Ditjen Pajak, Dwi Astuti, pemerintah telah merancang sejumlah kebijakan pendukung sebelum penerapan tarif baru ini untuk membantu masyarakat beradaptasi.
"Kenaikan tarif PPN ini akan diimbangi dengan kebijakan-kebijakan yang bertujuan memperkuat daya beli masyarakat," ungkap Dwi dalam video pernyataan kepada B-Universe, Rabu, 20 November.
Beberapa kebijakan yang mendukung daya beli masyarakat antara lain adalah revisi batas Penghasilan Kena Pajak (PKP) untuk orang pribadi yang naik dari Rp 50 juta menjadi Rp 60 juta dengan tarif Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 5%. Selain itu, pemerintah juga memberikan pembebasan pajak penghasilan (PPh) bagi UMKM dengan omzet hingga Rp 500 juta, yang kini tidak dikenakan PPh sama sekali.
BACA JUGA:Brigade Swasembada Pangan: Program Baru Kementan Dapat Anggaran Rp30 Triliun
Dwi juga menjelaskan bahwa meskipun tarif PPN naik, beberapa barang dan jasa yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat akan tetap dibebaskan dari pajak. Langkah ini diambil untuk menjaga daya beli masyarakat.
Selain itu, pemerintah terus mendorong pertumbuhan ekonomi dan iklim investasi di Indonesia. Salah satu kebijakan yang mendukung hal ini adalah pembebasan PPN atas impor barang dan penyerahan barang strategis. Fasilitas lain termasuk PPN yang ditanggung pemerintah untuk pembelian rumah tapak dan kendaraan bermotor listrik, yang bertujuan untuk mendorong sektor-sektor tertentu.
Dengan kebijakan-kebijakan ini, Dwi menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen untuk memperkuat daya beli masyarakat meskipun ada penyesuaian tarif pajak. (beritasatu)