Redam Efek PPN 12 Persen, Celios Dorong Pemerintah Tingkatkan Upah Minimum dan Insentif Fiskal
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Seminar Nasional ISEI ‘Pengembangan dan Penguatan Ekosistem Keuangan Digital Indonesia’ di Jakarta, Senin (22/7/2024) -Bayu Saputra-ANTARA
BELITONGEKSPRES.COM - Ekonom dan Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengungkapkan kekhawatirannya terkait dampak kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen, yang berpotensi memperburuk daya beli masyarakat yang sudah tertekan.
Dalam konteks ini, ia mendorong pemerintah untuk segera memperbaiki standar upah minimum dan memberikan insentif fiskal yang lebih efektif bagi sektor manufaktur guna meredam dampak tersebut.
Menurut Bhima, salah satu faktor utama yang memengaruhi daya beli rumah tangga adalah rendahnya upah minimum dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah diberlakukannya UU Cipta Kerja. Untuk itu, ia mengusulkan kenaikan upah minimal 10 persen pada 2025 agar dapat memperkuat daya beli, khususnya bagi kelas pekerja dan masyarakat rentan.
Selain itu, Bhima menekankan pentingnya penggunaan formula yang lebih baik dalam menentukan kenaikan upah, agar dapat menyesuaikan dengan kondisi ekonomi yang ada.
BACA JUGA:Bappenas Soroti Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Stagnan di 5 Persen Selama 20 Tahun Terakhir
BACA JUGA:Pengamat Nilai Kenaikan PPN 12 Persen Sebaiknya Ditunda untuk Mencapai Taget Pertumbuhan Ekonomi
Ia juga menyarankan agar pemerintah lebih fokus memberikan insentif fiskal ke sektor manufaktur, terutama industri padat karya seperti tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki. Sektor-sektor ini, menurutnya, sedang menghadapi ancaman kebangkrutan yang dapat memperburuk kondisi pasar tenaga kerja.
Pemerintah juga diminta untuk lebih mengendalikan impor barang jadi yang dinilai sebagai ancaman bagi pelaku usaha domestik, terutama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Bhima menyarankan agar kebijakan yang lebih mendukung sektor-sektor yang dapat menyerap banyak tenaga kerja segera diterapkan.
Namun, untuk menghindari dampak negatif lebih lanjut pada sektor ketenagakerjaan, Bhima berpendapat bahwa pembatalan wacana kenaikan PPN menjadi 12 persen bisa menjadi langkah yang lebih bijaksana.
Ia menilai bahwa dampak kenaikan tarif PPN terhadap daya beli masyarakat, omzet pengusaha, dan potensi pengurangan tenaga kerja harus diantisipasi dengan cepat.
Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah untuk segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan kebijakan tersebut yang akan berlaku pada 1 Januari 2025. (ant)