Arus Kuat
Dahlan Iskan--
SAYA kalah oleh Anda. Baru sekali ini ke Nusa Lembongan. Kamis lalu.
Saya memang pernah ke Nusa Penida. Meninjau petani rumput laut di sana. Tapi Nusa Lembongan tidak terpikirkan. Pulaunya memang kecil. Di depan Nusa Penida. Berdekatan.
Panjang pulau Nusa Lembongan hanya sekitar 5 km. Lebarnya kurang dari 2 km.
Sayang saya hanya tiga jam di Nusa Lembongan. Itu pun hanya untuk acara Bank Indonesia. Harus langsung balik ke Bali –mengejar pesawat sore ke Surabaya.
Sebenarnya bisa saja lebih lama di Nusa Lembongan. Jadwal pesawatnya masih pukul 19.00. Tapi tidak setiap jam ada speed boat kembali ke Bali. speed boat paling sore pukul 17.00. Tidak mungkin untuk mengejar pesawat pukul 19.00.
Perjalanan speed boat itu 45 menit. Begitu tiba di dermaga Benoa harus ke bandara Ngurah Rai. Sulit ditempuh dalam 30 menit. Apalagi pada petang hari seperti itu.
Speed boat sebelum itu berangkat dari Lembongan pukul 14.00. Dari tempat acara menuju dermaganya lewat jalan kampung. Sempit. Kalau ada mobil dari arah depan salah satu harus berhenti.
Cuaca hari itu panas. Berdebu. Nusa Lembongan belum tertata seperti di Bali. Belum banyak rumah yang baik. Masih banyak yang berdinding gedek –anyaman bambu.
Air tawar sulit di sini. Praktis tidak ada sumber air tawar di Nusa Lembongan.
Sumber air penduduk dari sumur. Di rumah masing-masing. Airnya agak payau.
BACA JUGA:Pemakan Anjing
"Sudah terbiasa," ujar penjemput saya. Ia anak muda. Lahir di Nusa Lembongan. Pun ayahnya, juga asli pulau itu.
Ini memang masih Bali tapi bukan Bali. Ini Nusa Lembongan. Punya penduduk asli tersendiri. Dominan. Sampai 70 persen. Orang Bali menyebut mereka ''oreng nuse''.
Speed boat yang saya tumpangi cukup besar dan panjang. Bisa berisi 40 orang. Hanya sekitar lima orang yang bukan bule. Sisanya turis mancanegara. Termasuk wanita sebelah saya. Dia dari Jerman wilayah selatan.