LPS Pastikan Penjaminan Polis Mulai 2027 dengan Klaim Maksimal Rp 700 Juta
Direktur Eksekutif Surveilans, Data dan Pemeriksaan Asuransi LPS Suwandi, Anggota Dewan Komisioner Bidang Program Penjaminan Polis LPS Ferdinan D. Purba dan Direktur Eksekutif Klaim dan Resolusi Bank-Muhtamimah-Jawapos
BELITONGEKSPRES.COM - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyatakan siap menjalankan Program Penjaminan Polis (PPP) lebih cepat, mulai 2027, meskipun Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 mengatur program ini baru berlaku 2028. Program ini bertujuan meningkatkan kepercayaan publik terhadap industri asuransi sekaligus mendorong pertumbuhan premi.
Anggota Dewan Komisioner Bidang Program Penjaminan Polis LPS Ferdinan D. Purba menjelaskan, LPS telah menyiapkan tiga jenis jaminan dalam PPP. Pertama, jaminan pembayaran klaim polis penuh atau sebagian jika perusahaan asuransi bermasalah. Kedua, pengalihan portofolio polis ke perusahaan asuransi sehat agar manfaat tetap diterima nasabah. Ketiga, pengembalian polis dengan pembayaran sesuai batas penjaminan jika pengalihan tidak memungkinkan. Nilai penjaminan diperkirakan Rp 500 juta hingga Rp 700 juta, mencakup sekitar 90 persen rata-rata nilai polis di Indonesia. Proses ini akan dilakukan otomatis tanpa pilihan dari pemegang polis.
PPP akan diformalkan melalui Peraturan Pemerintah yang tengah disiapkan, termasuk regulasi teknis terkait batas penjaminan dan jenis produk yang dijamin.
Ferdinan menekankan pengalaman LPS dalam penjaminan simpanan menunjukkan kehadiran skema jaminan mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat. Contoh internasional di Malaysia memperlihatkan premi asuransi meningkat dari 5,5 persen menjadi 9,7 persen per tahun setelah program penjaminan polis diberlakukan.
BACA JUGA:LPS Siap Terapkan Penjaminan Polis Asuransi Lebih Cepat pada 2027
BACA JUGA:Penerimaan Pajak Ekonomi Digital Capai Rp 43,75 Triliun Hingga Oktober 2025
Tingkat penetrasi asuransi Indonesia sendiri masih rendah dibandingkan negara ASEAN lain, tercatat 1,40 persen pada akhir 2024, jauh di bawah Filipina (1,80 persen), Malaysia (3,80 persen), Thailand (5,10 persen), dan Singapura (7,40 persen).
Direktur Eksekutif Surveilans, Data, dan Pemeriksaan Asuransi LPS Suwandi menyebut, lemahnya kepercayaan masyarakat sebagian besar disebabkan kasus gagal bayar dan pencabutan izin perusahaan asuransi. Sejak 2016 hingga 2025, OJK mencabut izin 19 perusahaan asuransi, termasuk kasus besar Jiwasraya, AJB Bumiputera 1912, Wanaartha Life, Kresna Life, dan Berdikari Insurance yang ditutup Januari 2025 karena masalah solvabilitas dan gagal bayar klaim.
"Program penjaminan polis diharapkan menjadi penguat kepercayaan publik dan mendorong pertumbuhan premi industri asuransi nasional," tutup Ferdinan. (jpc)