Baca Koran belitongekspres Online - Belitong Ekspres

Pemerintah Awasi Praktik Under Invoicing Ekspor-Impor, Simak Aturan dan Sanksinya

Pemusnahan barang hasil penindakan kepabeanan dan cukai-Teguh Prihatna-Antara

BELITONGEKSPRES.COM - Praktik under invoicing, yakni pelaporan nilai barang impor atau ekspor lebih rendah dari harga sebenarnya, kembali menjadi perhatian pemerintah karena berpotensi menekan penerimaan negara dan menciptakan persaingan usaha tidak sehat.

Temuan terbaru menunjukkan koreksi nilai pabean satu kontainer impor mampu menambah pajak hingga Rp 220 juta, menegaskan risiko signifikan praktik ini terhadap kas negara.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menuturkan kasus tersebut terjadi di Bea Cukai Tanjung Perak. Saat deklarasi awal, nilai barang tercatat US$ 7 atau sekitar Rp 116.584 per unit, jauh di bawah harga sebenarnya. Setelah pemeriksaan mendalam, nilai pabean disesuaikan mendekati Rp 500.000 per unit, menunjukkan adanya under invoicing.

Purbaya menekankan bahwa setiap kontainer akan diperiksa dengan prosedur serupa untuk memastikan tidak ada penyimpangan nilai. Hasil koreksi ini menunjukkan bahwa pengawasan ketat mampu memberikan tambahan penerimaan signifikan dari pajak impor.

Apa Itu Under Invoicing?

Under invoicing adalah praktik melaporkan nilai barang lebih rendah daripada harga transaksi sesungguhnya. Tujuannya menekan bea masuk dan pajak impor yang seharusnya dibayarkan, sehingga negara dirugikan dan importir yang patuh berada pada posisi kurang menguntungkan.

BACA JUGA:DJP Ungkap Manipulasi Data Ekspor Sawit, Ratusan Eksportir Gunakan Modus Under-Invoicing

BACA JUGA:Prabowo Minta Purbaya Tindak Praktik Under-invoicing dan Penyelundupan Ekspor-Impor

Praktik ini juga merusak iklim perdagangan karena menciptakan ketidakadilan bagi importir yang mematuhi aturan. Pemerintah menekankan bahwa kepatuhan deklarasi nilai barang adalah kewajiban mutlak bagi semua pelaku usaha.

Aturan Hukum dan Sanksi

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan mengatur sanksi bagi importir yang terbukti melakukan under invoicing. Pasal 16 ayat 4 menetapkan denda administratif minimal 100% dari kekurangan bea masuk, dan dalam kondisi tertentu bisa meningkat hingga 1.000%.

Proses pemberlakuan sanksi dilakukan setelah Bea Cukai menyelesaikan penelitian ulang nilai pabean. Importir wajib melunasi kekurangan bea masuk sekaligus membayar denda sesuai ketentuan. Bagi pelaku yang mengulang praktik under invoicing, pemerintah menyiapkan sanksi tegas berupa pelarangan kegiatan impor.

Menteri Keuangan menegaskan bahwa pemerintah tidak hanya fokus pada sanksi finansial, tetapi juga menekankan kepatuhan dan penegakan hukum. "Importir harus declare dan membayar sesuai ketentuan resmi. Kalau diulang-ulang, ya kita larang impor. Jangan coba-coba," ujarnya.

Pemerintah berharap dengan penguatan regulasi, pengawasan ketat, dan sanksi tegas, praktik under invoicing dapat ditekan, penerimaan negara meningkat, dan iklim perdagangan internasional lebih sehat serta adil. (beritasatu)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan