Kemensos: Rp500 Triliun Bansos Pemerintah Belum Sepenunya Tepat Sasaran
Menteri Sosial Saifullah Yusuf (tiga kiri) bersama Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti (tiga kanan) memberikan pemaparan dalam Rapat Koordinasi Nasional bertajuk “Statistik untuk Keadilan Sosial” bersama para Kepala BPS dan Kep-M Riezko Bima Elko Prasetyo-ANTARA
BELITONGEKSPRES.COM - Kementerian Sosial menyatakan sekitar Rp500 triliun dana subsidi dan bantuan sosial (bansos) pemerintah melalui APBN setiap tahun belum sepenuhnya tepat sasaran. Ketidaktepatan ini disebabkan data penerima manfaat yang belum akurat di berbagai program perlindungan sosial.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf menyampaikan hal tersebut dalam Rapat Koordinasi Nasional bertajuk “Statistik untuk Keadilan Sosial” di Jakarta, Kamis. Ia menekankan pentingnya akurasi data agar kebijakan perlindungan sosial lebih efektif dan anggaran negara tidak terbuang sia-sia.
“Data ini termasuk Program Keluarga Harapan dan bantuan sembako. Sekitar Rp500 triliun disalurkan melalui APBN, tetapi masih ada indikasi tidak tepat sasaran,” ujar Saifullah didampingi Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti.
Saifullah menjelaskan, beberapa keluarga menerima bansos selama 10 hingga 18 tahun tanpa verifikasi ulang, meski kondisi ekonomi mereka sudah berubah. Kondisi inilah yang menjadi dasar diterbitkannya Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2025 tentang Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN).
BACA JUGA:Mensos Larang KPM Gunakan Bansos untuk Rokok, Miras, hingga Narkoba
BACA JUGA:Pemerintah Uji Coba Sistem Bansos Digital untuk Penyaluran Tepat Sasaran
Dengan DTSEN, Kementerian Sosial, BPS, dan pemerintah daerah memperkuat integrasi data agar menjadi basis tunggal penerima manfaat di seluruh Indonesia. Program yang terdampak meliputi bantuan Program Keluarga Harapan, sembako, dan Bantuan Langsung Tunai Sementara (BLTS) untuk triwulan IV 2025 dengan total kuota 35.046.783 keluarga penerima manfaat (KPM). Dari total tersebut, 16,3 juta merupakan KPM lama dan 18,7 juta KPM baru berdasarkan DTSEN.
“Langkah ini ditujukan untuk memperbaiki ketidaktepatan data yang berlangsung bertahun-tahun. Negara sudah mengalokasikan anggaran besar, tapi jika datanya salah, keadilan sosial tidak akan tercapai,” tegas Saifullah. (ant)