BI Catat Transaksi BI-FAST Capai Rp25 Kuadriliun hingga 2025
Deputi Gubernur BI Filianingsih Hendarta menyampaikan kata sambutan dalam acara pembukaan Bulan Fintech Nasional (BFN) 2025 di Wisma Danantara, Jakarta, Selasa (11/11/2025)-Rizka Khaerunnisa-ANTARA
BELITONGEKSPRES.COM - Bank Indonesia (BI) mencatat transaksi melalui BI-FAST mencapai Rp25 kuadriliun dengan volume 9,61 miliar transaksi sejak diluncurkan pada Desember 2021 hingga September 2025.
Deputi Gubernur BI, Filianingsih Hendarta, mengatakan pencapaian ini mencerminkan percepatan digitalisasi sistem pembayaran Indonesia sejak implementasi Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025.
“Dalam enam tahun terakhir, sistem pembayaran Indonesia telah berkembang pesat melalui berbagai inisiatif strategis, termasuk QRIS, BI-FAST, SNAP, serta elektronifikasi transaksi pemerintah dan transportasi,” ujar Filianingsih saat membuka Bulan Fintech Nasional 2025 di Jakarta, Selasa.
Interkoneksi pelaku sistem pembayaran juga meningkat, terbukti dari penggunaan Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP) yang mencapai 93 persen secara volume dan 83 persen secara nominal.
BACA JUGA:Bank Indonesia Kembangkan Rupiah Digital, Versi Stablecoin Resmi Nasional
BACA JUGA:Bank Indonesia Targetkan QRIS Bisa Digunakan di China Akhir Tahun Ini
Capaian QRIS juga terus bertambah, dengan 10,33 miliar transaksi hingga September 2025. QRIS telah menjangkau 58 juta pengguna dan 41 juta merchant di seluruh Indonesia, mayoritas merupakan UMKM, sehingga mendorong rasio inklusi keuangan mencapai 75,02 persen menurut Susenas.
QRIS kini dapat digunakan untuk transaksi lintas negara, terhubung dengan QR di Malaysia, Thailand, dan Singapura. Baru-baru ini, QRIS juga dapat dipakai di Jepang secara outbound. BI menargetkan akhir tahun ini QRIS bisa digunakan di Tiongkok, dan pada pertengahan tahun depan di Korea Selatan.
Filianingsih memproyeksikan volume transaksi ekonomi dan keuangan digital (EKD) akan mencapai 147,3 miliar transaksi pada 2030, meningkat empat kali lipat dibanding 2024. BSPI 2030 disiapkan untuk mengantisipasi lonjakan ini, sekaligus memperkuat manajemen risiko, termasuk pencegahan fraud dan serangan siber.
Dia mengingatkan risiko digital semakin kompleks, mulai dari middleware attack, account takeover, synthetic ID, deepfake, AI driven attack, hingga social engineering. Untuk itu, industri diminta memperkuat sistem deteksi fraud, autentikasi kuat, serta prinsip know your merchant dan know your customer.
Selain itu, peningkatan literasi digital dan perlindungan konsumen menjadi tanggung jawab bersama regulator, industri, dan pengguna. BSPI 2030 diharapkan dapat menyeimbangkan adopsi digital dengan penguatan manajemen risiko secara komprehensif. (ant)