Penegasan Prabowo: Pemimpin Harus Siap Dikoreksi dan Ikhlas dalam Pengabdian
Presiden Prabowo Subianto saat memberikan sambutan dalam acara pemusnahan barang bukti narkoba hasil pengungkapan Polri sepanjang satu tahun terakhir di Lapangan Bhayangkara, Mabes Polri, Jakarta, Rabu (29/10/2025)-Istimewa-
JAKARTA, BELITONGEKSPRES.COM – Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa seorang pemimpin sejati harus siap menerima kritik dan menjalankan pengabdian dengan hati yang ikhlas.
Menurut Presiden, kritik adalah bentuk koreksi yang penting dalam menjaga arah demokrasi dan memperkuat tanggung jawab pemimpin terhadap rakyat.
Hal itu ditegaskan Prabowo dalam pidatonya pada acara Pemusnahan Barang Bukti Narkoba di Lapangan Bhayangkara, Mabes Polri, Jakarta, Rabu (29/10/2025).
Acara tersebut juga menjadi momentum evaluasi satu tahun pemerintahan Prabowo Subianto, yang diwarnai dengan berbagai capaian dalam pemberantasan narkoba oleh Polri.
BACA JUGA:Prabowo Tegaskan Hasil Penyitaan dan Penghematan Negara Akan Diinvestasikan untuk Pendidikan
Sepanjang periode Oktober 2024 hingga Oktober 2025, Polri berhasil menyita 214,84 ton narkotika senilai Rp29,37 triliun dan menangkap 65.572 tersangka dari 49.306 kasus di seluruh Indonesia.
Dalam pidatonya yang bernuansa reflektif, Presiden Prabowo menegaskan bahwa pemimpin tidak boleh alergi terhadap kritik. Ia menyebut, kritik yang membangun adalah bagian dari energi moral demokrasi.
“Bersaing bagus, kritik bagus, koreksi harus. Pemimpin yang tidak mau dikoreksi akan terjebak dalam kesalahan-kesalahan,” ujarnya tegas.
Prabowo bahkan mengaku kerap memantau berbagai opini publik di media sosial dan podcast, termasuk yang berisi kritik terhadap dirinya.
BACA JUGA:Tekankan 3 Tugas Utama Polri, Prabowo: Perang Lawan Narkoba, Penyelundupan, dan Judi Online
“Saya suka malam-malam buka podcast-podcast itu. Kadang dongkol juga ya, tapi saya catat,” ungkapnya sambil tersenyum.
Presiden juga membagikan kisah masa mudanya ketika pernah difitnah dan merasa kecewa. Namun, gurunya kala itu justru memberinya pelajaran berharga yang terus ia pegang hingga kini.
“Saya dulu punya guru. Waktu saya masih muda, saya kena fitnah dua-tiga kali, saya down. Lalu guru saya bilang, ‘jangan kecil hati, engkau difitnah berarti engkau diperhitungkan. Engkau difitnah karena engkau ditakuti.’ Loh, kok takut sama saya? ‘Ya, berarti kau disuruh hati-hati,’” kenangnya.
Presiden Prabowo juga menyinggung persepsi publik yang sering menilai dirinya sebagai sosok otoriter. Ia menyikapi hal itu dengan bijak.