Kilas Balik 8 Kasus Korupsi Fenomenal Dibongkar Pemerintahan Prabowo
Presiden Prabowo Subianto (kiri) berjalan bersama Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka (kanan) dan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin (tengah) setibanya untuk menghadiri upacara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Tentara Nasional Indonesia (TNI)-Fauzan-ANTARA FOTO
Genap sudah Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memasuki waktu satu tahun memerintah Republik Indonesia.
Sepanjang kurun waktu itu tercatat, sebanyak 43 kasus korupsi ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dengan potensi kerugian negara yang ditekan hingga Rp320,4 triliun.
Setidaknya terdapat delapan kasus korupsi besar dengan nilai kerugian negara fantastis dan menyita perhatian publik yang dibongkar sepanjang kurun waktu pemerintahan Prabowo-Gibran tersebut.
1. Kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang
Kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) serta sub-holdingnya merupakan salah satu kasus korupsi dengan kerugian negara terbesar dalam sejarah Indonesia, yakni Rp285,18 triliun.
BACA JUGA:Menjaga Nurani di Balik Seragam: Tragedi Brigadir Nurhadi dan Ujian Moral Polri
Terjadi selama periode 2018 hingga 2023, perbuatan melawan hukum dalam kasus itu dilakukan melalui dua cara utama, yang secara keseluruhan menyebabkan harga bahan bakar minyak (BBM) di masyarakat menjadi tinggi dan merugikan keuangan negara.
Dua cara dimaksud, yakni dengan penolakan minyak domestik dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan impor BBM dengan harga tinggi.
Dalam modus penolakan minyak domestik, pejabat di Pertamina, khususnya sub-holding kilang, diduga secara sengaja menolak minyak mentah bagian negara dari KKKS dengan alasan spesifikasi tidak sesuai, padahal minyak tersebut masih layak diolah.
Sementara pada modus impor BBM dengan harga tinggi, Pertamina Patra Niaga melakukan impor minyak mentah dan BBM dari broker atau pihak ketiga (termasuk perusahaan asing) dengan harga yang lebih tinggi (harga spot) serta membeli produk BBM di bawah standar.
Kasus korupsi tata kelola minyak mentah melibatkan pejabat tinggi di lingkungan Pertamina dan pihak swasta (broker).
Pada pejabat Pertamina, melibatkan beberapa Direktur Utama dan Direktur Sub-holding Pertamina, termasuk Riva Siahaan (eks Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga) dan Sani Dinar Saifuddin (eks Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional).
BACA JUGA:Wajah Baru TNI Satu Tahun di Bawah Kepemimpinan Prabowo
Sementara pihak swasta atau broker melibatkan pengusaha besar yang dikenal sebagai "mafia migas", seperti Muhammad Riza Chalid dan anaknya, Muhammad Kerry Adrianto Riza, yang bertindak sebagai pemilik manfaat dari perusahaan broker yang diuntungkan.