Dampak yang Akan Terjadi Jika Utang Negara Terus Membengkak
Ilustrasi utang luar negeri (ULN) pemerintah Indonesia turun pada Februari 2025--dok JawaPos.com
BELITONGEKSPRES.COM - Utang negara sering dipandang sebagai sinyal negatif, padahal pada dasarnya utang adalah alat penting untuk menjaga roda ekonomi tetap berputar. Pemerintah menggunakannya untuk menutup defisit APBN dan membiayai program yang dianggap strategis bagi pertumbuhan.
Masalah muncul ketika jumlah utang terus membengkak tanpa manajemen yang tepat, karena efeknya bisa langsung menghantam stabilitas keuangan nasional.
Di Indonesia, tren penambahan utang sudah berlangsung lama. Infrastruktur, subsidi energi, pendidikan, kesehatan, hingga bantuan sosial adalah contoh sektor yang masih bergantung pada pembiayaan utang.
Tanpa pengelolaan yang sehat, skema ini berisiko membebani APBN, memicu inflasi, bahkan menimbulkan krisis kepercayaan dari investor.
BACA JUGA:Bapanas: Produksi Pangan Nasional Lampaui Kebutuhan Nasional, Siap Jadi Lumbung Dunia
BACA JUGA:Purbaya Tahan Penunjukan E-Commerce Pemungut Pajak Pedagang
Risiko Utang Negara yang Terus Naik
1. Tertundanya Pembangunan
Bunga utang yang besar otomatis menggerus porsi belanja pembangunan. Jika pendapatan negara tidak naik sepadan, proyek-proyek strategis bisa mundur atau mangkrak karena dana lebih banyak dialihkan untuk bayar cicilan dan bunga.
2. Tekanan Inflasi dan Kurs
Utang yang melonjak berpotensi melemahkan nilai tukar, apalagi bila sebagian besar dalam mata uang asing. Jika pembiayaan defisit dilakukan dengan mencetak uang baru, jumlah uang beredar meningkat dan memicu kenaikan harga barang serta jasa. Inflasi ini pada akhirnya menyulitkan masyarakat.
3. Ancaman Krisis Keuangan
Beban utang yang berlebihan memperbesar risiko gagal bayar (default). Begitu kredibilitas fiskal terguncang, aliran investasi asing bisa anjlok dan pertumbuhan ekonomi tertahan. Ini yang sering menjadi pemicu krisis di banyak negara berkembang.
BACA JUGA:Ekonom: Aliran Dana Rp200 Triliun Berpotensi Hasilkan Kredit Berisiko Tinggi
BACA JUGA:84 Penunggak Pajak Sudah Bayar Rp5,1 Triliun | Sisanya Diburu Kemenkeu