Baca Koran belitongekspres Online - Belitong Ekspres

Kebijakan Impor Food Tray MBG Dinilai Rugikan Industri dalam Negeri, APMAKI Minta Evaluasi

Program MBG ini digelar serentak di 14 Posyandu se-Kelurahan Rejosari Kota Semarang. Sasaran utamanya cukup luas.Mulai dari ibu hamil, ibu menyusui, hingga balita yang berisiko stunting(2/7/2025)-Nur Chamim-Jawa Pos Radar Semarang

BELITONGEKSPRESCOM - Perusahaan lokal tengah menghadapi tekanan serius di tengah program Makan Bergizi Gratis (MBG) akibat kebijakan pemerintah yang mengimpor food tray. Langkah ini dianggap merugikan produsen dalam negeri, terutama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang selama ini memproduksi peralatan makan serupa.

Asosiasi Produsen Peralatan Makan dan Kemasan Indonesia (APMAKI) meminta pemerintah menutup keran impor food tray. Ketua Umum APMAKI, Ali Chandrawan, menjelaskan produsen lokal kesulitan bersaing dengan produk impor karena tingginya biaya produksi. Salah satu penyebab utama adalah harga bahan baku di dalam negeri yang jauh lebih mahal dibandingkan negara lain.

“Kami kalah bersaing dengan barang impor. Membeli bahan baku di dalam negeri mahal, sementara impor bahan baku banyak terhambat regulasi,” kata Ali Chandrawan, Rabu 13 Agustus.

Kondisi ini sangat berbeda dengan Tiongkok, di mana bahan baku food tray bebas pajak, diproduksi oleh perusahaan besar maupun industri rumahan, dan diekspor dengan fasilitas khusus. 

BACA JUGA:BKPM: Program Makan Bergizi Gratis Dongkrak Ekonomi RI Tumbuh 5,12 Persen di 2025

BACA JUGA:Gubernur Ahmad Luthfi Dorong Pengusaha Australia Investasi di Jawa Tengah

Akibatnya, harga produk jadi mereka bisa jauh lebih rendah, membuat produsen lokal sulit bersaing. Ali menekankan jika impor dibiarkan terus berjalan, industri UMKM dalam negeri berisiko terpinggirkan bahkan gulung tikar.

Sejalan dengan itu, Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM), Tumiran, menilai kebijakan impor food tray merugikan UMKM dan berpotensi “mematikan” pelaku usaha kecil yang menjadi tulang punggung ekonomi rakyat. Ia menekankan pemerintah seharusnya memanfaatkan program MBG untuk membangkitkan industri dalam negeri, sekaligus membuka lapangan kerja baru.

“Kenapa harus impor, padahal banyak UMKM kita bisa dibantu untuk tumbuh? Ini soal hilirisasi dan kemandirian ekonomi,” ujar Tumiran. Ia menekankan kemampuan teknologi Indonesia sejatinya mampu mendukung produksi food tray secara lokal, dengan melibatkan IPTN, Pindad, atau BRIN untuk memastikan kualitas produksi.

Tumiran menegaskan dana pajak rakyat sebaiknya digunakan untuk memperkuat industri nasional, bukan membeli produk impor yang sebenarnya bisa diproduksi di dalam negeri.

Baik APMAKI maupun Tumiran sepakat bahwa membuka keran impor food tray untuk program MBG adalah langkah mundur dalam upaya kemandirian nasional. Mereka mendesak pemerintah mengevaluasi kebijakan ini dan memberikan dukungan penuh kepada produsen lokal agar mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan harga terjangkau dan kualitas bersaing. (jpc)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan