Dugaan Korupsi Kuota Haji 2024 Disebut Hampir 1 Triliun, KPK Gandeng BPK Hitung Jumlah Pasti Kerugian
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu-Dery Ridwansah-JawaPos.com
BELITONGEKSPRES.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi meningkatkan penanganan dugaan korupsi kuota haji 2024 ke tahap penyidikan. Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) menyambut positif langkah tersebut, mengingat kasus ini sempat disebut berjalan lambat di awal. Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mengaku pernah menggugat KPK agar proses penyelidikan dipercepat, dan kini melihat perkembangan signifikan hingga masuk tahap penyidikan.
Kasus dugaan korupsi ini berkaitan dengan tambahan 20 ribu kuota haji hasil pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Pemerintah Arab Saudi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2018, pembagian kuota haji seharusnya 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
Namun, Boyamin menilai pembagian tambahan kuota justru dibagi rata 50-50, yang dianggap melanggar ketentuan hukum. Ia juga menduga adanya pungutan sebesar 5 ribu dolar AS atau sekitar Rp75 juta per orang yang mendapatkan kuota tambahan, yang kemudian dikelola melalui konsorsium biro travel.
Dari hitungannya, jika pungutan tersebut dikenakan pada 10 ribu jamaah dari kuota khusus, potensi nilai uang yang terkumpul mencapai Rp750 miliar, bahkan bisa mendekati Rp1 triliun. Meski demikian, ia menyerahkan penghitungan kerugian negara secara resmi kepada KPK.
BACA JUGA:Soal Korupsi Kuota Haji: KPK Sebut Jokowi Minta Tambahan Kuota Haji Reguler, Malah Jadi Haji Khusus
BACA JUGA:KPK Panggil 3 Pejabat Kemenag Terkait Dugaan Korupsi Kuota Haji 2024
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memastikan jumlah kerugian negara.
Ia menegaskan bahwa penyidikan kasus ini menggunakan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain, serta merugikan keuangan negara.
Peningkatan status perkara ini terjadi usai KPK memeriksa mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus lalu. KPK juga membuka peluang untuk kembali memanggil Yaqut dan sejumlah pihak terkait guna pendalaman kasus.
Menurut Asep, pemeriksaan sebelumnya masih dalam tahap penyelidikan, sehingga pemanggilan ulang akan dijadwalkan dalam proses penyidikan yang sedang berjalan. (jpc)