GIMNI Usul MinyaKita Disalurkan Lewat Bulog hingga PT Pos, Harga Sesuai Mekanisme Pasar
Ilustrasi Minyakita-Indrianto Eko Suwarso-Antara
BELITONGEKSPRES.COM - Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) mengusulkan agar penyaluran minyak goreng rakyat atau MinyaKita dilakukan langsung oleh lembaga milik negara seperti Bulog, ID FOOD, hingga PT Pos Indonesia. Langkah ini dinilai lebih efektif untuk memastikan distribusi tepat sasaran ke masyarakat berpenghasilan rendah.
Direktur Eksekutif GIMNI, Sahat Sinaga, menyampaikan bahwa pemerintah sebaiknya membiarkan harga MinyaKita mengikuti mekanisme pasar. Namun, bagi masyarakat kurang mampu, pemerintah bisa menyalurkan bantuan berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT), dengan data penerima yang sudah tersedia di setiap kecamatan.
Menurut Sahat, harga jual MinyaKita ditentukan oleh tiga komponen utama: harga bahan baku minyak sawit mentah (CPO) dan ongkos angkut ke pabrik, biaya produksi dan pengemasan, serta biaya distribusi dari produsen ke konsumen. Meski begitu, ia menilai bahwa mengatur ulang skema distribusi tidak akan memberi dampak signifikan terhadap harga, mengingat 68 persen pabrik minyak goreng berada di Jawa dan Sumatera, sementara Indonesia merupakan negara kepulauan.
MinyaKita sendiri merupakan kebijakan strategis pemerintah dalam menjaga stabilitas harga minyak goreng dan menekan inflasi. Produk ini ditujukan untuk masyarakat kecil dengan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan sebesar Rp15.700 per liter.
BACA JUGA:Harga Minyakita Masih Tinggi, Kemendag Siapkan Pola Distribusi Baru
BACA JUGA:Kemendag Perketat Pengawasan dan Evaluasi Menyeluruh Minyakita
Sahat juga menyoroti perlunya sistem distribusi yang lebih transparan dan tercatat secara akurat. Selama ini, sistem Simirah hanya mencatat alur fisik produk dari produsen ke pengecer, tanpa pengawasan menyeluruh terhadap mekanisme harga dan subsidi. Ia mengusulkan sistem baru, di mana pemerintah dapat langsung memberikan potongan harga melalui skema reimburse kepada penjual yang melayani masyarakat kecil.
Ia mencontohkan skema di sejumlah negara lain, di mana pemerintah cukup menetapkan harga subsidi dan menyerahkan penjualan kepada pengecer di pasar tradisional. Selisih harga yang timbul ditagihkan kembali ke pemerintah dengan bukti penjualan yang valid, sehingga polemik soal harga jarang terjadi.
Sebagai sumber pendanaan, Sahat mengusulkan penggunaan Dana Potongan Ekspor Minyak Sawit yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit. Dana ini dinilai cukup untuk menutup selisih harga antara pembelian dari produsen dan penjualan ke masyarakat sasaran.
“Beli MinyaKita dari produsen sesuai harga pasar, salurkan ke masyarakat melalui PT Pos, dan selisih harga bisa ditutup dari BPDP. Ini solusi sederhana dan realistis,” tutup Sahat. (antara)