Ancam Gugat Indonesia, Yusril Persilakan Autopsi Ulang Juliana di Brasil
Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra-Kemenko Kumham Imipas-Beritasatu.com
BELITONGEKSPRRES.COM - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, merespons kabar bahwa Pemerintah Brasil mempertimbangkan langkah hukum terkait kematian warganya, Juliana Marins, di Gunung Rinjani, Lombok. Dalam pernyataannya, Yusril menekankan bahwa Indonesia sangat menyesalkan insiden tersebut dan menyerukan agar hubungan bilateral kedua negara tetap dijaga dengan baik.
“Pemerintah Indonesia sangat berduka atas meninggalnya Juliana Marins. Insiden ini murni kecelakaan yang bisa terjadi pada siapa pun, apalagi dengan medan Rinjani yang berat dan kondisi cuaca ekstrem,” ujar Yusril dalam keterangannya di Jakarta, Jumat 4 Juli.
Juliana Marins dilaporkan terjatuh dari tebing setinggi 600 meter saat melakukan pendakian di Gunung Rinjani pada 26 Juni lalu. Pemerintah Indonesia telah menjelaskan secara terbuka mengenai kronologi insiden, upaya evakuasi, dan hasil autopsi yang dilakukan di Denpasar.
Yusril menyampaikan bahwa proses evakuasi tidak dapat dilakukan menggunakan helikopter karena kondisi geografis yang curam dan tertutup hutan tropis. Satu-satunya metode adalah evakuasi vertikal manual oleh tim SAR dan relawan. Hal ini menyebabkan proses penyelamatan memakan waktu lebih lama dari yang diharapkan oleh keluarga korban.
BACA JUGA:Kemenag Siap Gelar Nikah Massal Nasional, Semua Biaya Ditanggung Negara
BACA JUGA:Tim Hukum Protes Hasto Dituntut 7 Tahun Penjara, Sebut Ada Kriminalisasi Politik
Dari hasil autopsi, diketahui bahwa Juliana meninggal sekitar 15–30 menit setelah jatuh, akibat luka serius pada organ vital dan tulang. Yusril memahami kekhawatiran keluarga korban yang mengira keterlambatan pertolongan menjadi penyebab kematian. Namun secara medis, peluang penyelamatan korban dalam kondisi jatuh dari ketinggian ekstrem hampir tidak mungkin.
“Kalaupun bantuan datang lebih cepat, secara medis sangat sulit menyelamatkan korban dengan kerusakan tubuh seperti itu,” jelas Yusril.
Pemerintah Indonesia, kata Yusril, menghormati permintaan keluarga untuk melakukan autopsi ulang di Brasil sebagai bagian dari proses klarifikasi. Ia menambahkan, jika metodologi otopsi menggunakan standar forensik internasional yang sama, hasilnya seharusnya tidak akan berbeda jauh.
Insiden ini terjadi bertepatan dengan kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Brasil dalam rangka pertemuan BRICS. Yusril berharap kedua negara tetap menjaga komunikasi diplomatik yang baik dan tidak terjebak dalam polemik yang dapat merusak hubungan strategis jangka panjang. (beritasatu)