Taman Satwa Museum Belitung Butuh Dukungan, Pengelolaan Terkendala Regulasi dan SDM

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Belitung, Soebagio-Dok/BE-
TANJUNGPANDAN, BELITONGEKSPRES.COM - Keberadaan satwa di lingkungan Museum Tanjungpandan, Kabupaten Belitung, telah menjadi sorotan publik sejak lama. Taman satwa yang ada di museum ini bahkan sudah eksis sejak awal pendirian museum pada tahun 1962.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Belitung, Soebagio, mengatakan bahwa pemberitaan terkait legalitas dan pengelolaan taman satwa di museum telah mencuat sejak tahun 2020.
Menurut Soebagio, masyarakat umum juga mengetahui bahwa sejak awal, museum telah memelihara sejumlah satwa seperti buaya dan orang utan.
“Kami mengapresiasi rekan-rekan media atas pemberitaan terbaru mengenai satwa dilindungi di museum. Ini merupakan lanjutan dari pemberitaan yang sudah ada sebelumnya,” ujarnya, Selasa (1/7/2025).
BACA JUGA:Musim Liburan Sekolah, Baznas Belitung Adakan Khitanan Massal Gratis
Ia menambahkan, bahwa wacana pemisahan pengelolaan taman satwa dari unit museum juga sudah beberapa kali dibahas. Bahkan, DPRD Belitung pun telah memberikan atensi dan mengingatkan pentingnya penanganan secara khusus terhadap taman satwa tersebut.
Seiring dengan itu, pada Juni 2025 lalu, Disdikbud melalui UPT Museum telah menjalin komunikasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan (Sumsel) serta UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Belantu Mendanau.
“Upaya koordinasi sudah kami lakukan, namun memang progresnya belum optimal karena keterbatasan SDM di UPT Museum. Pegawai kami juga lebih banyak tersita untuk kegiatan permuseuman. Oleh karena itu, kami membutuhkan dukungan dari OPD dan pihak terkait lainnya,” jelas Soebagio.
Sementara itu, Kepala UPT Museum Tanjungpandan, Belitung, Revzan Maynovri, menjelaskan bahwa pengelolaan satwa di luar habitat alami memiliki aturan tersendiri. Hal ini diatur dalam Permen LHK Nomor P.22/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2019 tentang Lembaga Konservasi.
BACA JUGA:Belitung Expo 2025, PPBI Belitung Pamerkan Ratusan Bonsai
Dalam peraturan tersebut, terdapat delapan jenis lembaga konservasi untuk kepentingan umum. Antara lain kebun binatang, taman safari, taman satwa, taman satwa khusus, museum zoologi, kebun botani, taman tumbuhan khusus, dan herbarium.
“Pada 2008, nama pengelola museum sempat disebut sebagai UPTD Museum dan Kebun Binatang. Lalu pada 2014 menjadi Taman Satwa dan Museum, hingga akhirnya berubah menjadi UPT Museum sejak 2016. Artinya, pengelolaan satwa pernah diarahkan ke bentuk taman satwa,” ujar Revzan.
Namun demikian, untuk dapat sesuai dengan regulasi LHK, terdapat sejumlah persyaratan berat yang harus dipenuhi. Salah satu kriteria penting adalah luas lahan minimal dua hektar. Sementara luas area Museum Tanjungpandan saat ini hanya 1,6 hektar, termasuk area pengembangan museum.
“Selain itu, taman satwa juga membutuhkan tenaga ahli seperti dokter hewan, paramedis, dan tenaga edukasi konservasi. Belum lagi kebutuhan fasilitas seperti kandang karantina, klinik, laboratorium, dan berbagai fasilitas pemeliharaan,” tambahnya.