Subsidi Listrik 2026 Diusulkan Naik, Fokus untuk Rumah Tangga Miskin dan Rentan
Petugas memeriksa meteran listrik di Rusunawa KS Tubun, Jakarta, Rabu (18/9/2024). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan alokasi subsidi listrik antara Rp97,37 triliun hingga Rp104,97 triliun untuk tahun anggaran 2026-Sulthony Hasanuddin/agr-ANTARA FOTO
BELITONGEKSPRES.COM - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan alokasi subsidi listrik antara Rp97,37 triliun hingga Rp104,97 triliun untuk tahun anggaran 2026.
Usulan tersebut disampaikan dalam rapat bersama Komisi VII DPR RI dan ditujukan untuk 44,88 juta pelanggan, terutama rumah tangga berpenghasilan rendah dan kelompok rentan.
Menurut Dirjen Ketenagalistrikan Jisman P. Hutajulu, prioritas utama dari subsidi ini adalah mendukung transisi energi yang efisien, adil, dan berkelanjutan, dengan memperhatikan faktor ekonomi, sosial, fiskal, serta lingkungan.
Ia menambahkan bahwa perhitungan besaran subsidi listrik turut mempertimbangkan berbagai asumsi makroekonomi, seperti nilai tukar rupiah (Rp16.500–Rp16.900), harga minyak mentah Indonesia (USD 60–80 per barel), dan tingkat inflasi (1,5–3,5 persen).
BACA JUGA:Investasi Rp100 Triliun! Indonesia Bangun Ekosistem Baterai EV Terintegrasi Terbesar
BACA JUGA:Mulai Rp10 Ribu! Ini 5 Investasi Modal Kecil Paling Cuan di 2025
Penerima subsidi listrik pada 2026 akan mencakup pelanggan rumah tangga dengan daya 450 VA dan 900 VA, serta sektor bisnis kecil, industri kecil, dan sosial.
Sementara itu, data realisasi subsidi listrik tahun 2024 tercatat mencapai Rp77,05 triliun, dengan proyeksi membengkak menjadi Rp90,32 triliun. Di APBN 2025, alokasi subsidi listrik telah ditetapkan sebesar Rp87,72 triliun.
Untuk menekan beban subsidi yang terus meningkat, pemerintah telah menyiapkan sejumlah strategi. Salah satunya adalah efisiensi biaya pokok penyediaan (BPP) listrik, yang menjadi dasar perhitungan subsidi karena merupakan selisih antara tarif aktual dan tarif keekonomian. Pemerintah juga menetapkan roadmap pengurangan konsumsi bahan bakar spesifik dan optimalisasi operasional pembangkit listrik.
Beberapa kebijakan pendukung lainnya termasuk penerapan harga gas bumi tertentu (HGBT) sebesar USD 7 per MMBtu, pengendalian harga pembelian listrik dari produsen swasta (IPP), serta pengurangan susut listrik di wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) melalui peta jalan teknis yang lebih efisien.
BACA JUGA:Investasi Emas 2025, Ini 5 Cara Cerdas dan Aman untuk Pemula
BACA JUGA:Tips dan Cara Memilih Investasi Reksadana yang Cocok untuk Gen Z di 2025
Kebijakan domestic market obligation (DMO) batubara dengan harga tetap USD 70 per ton juga terus diterapkan untuk menekan biaya bahan bakar pembangkit. Langkah ini turut mendukung keterjangkauan tarif listrik tanpa mengorbankan pasokan energi nasional.
Data Kementerian ESDM menunjukkan bahwa mayoritas penerima subsidi listrik berasal dari sektor rumah tangga. Dari total 85,4 juta pelanggan rumah tangga, terdapat 24,75 juta pelanggan R-1/450 VA dan 10,49 juta pelanggan R-1/900 VA yang tergolong tidak mampu. Kontribusi subsidi untuk rumah tangga mencapai 67,49 persen pada 2024 dan diperkirakan berada di angka 64,41 persen pada 2025. (jawapos)