Setelah 14 Tahun, Korsel Resmi Cabut Pembatasan Investasi Obligasi Kimchi

Bank Sentral Korea Selatan (BOK) terlihat di Seoul, Korea Selatan--(ANTARA/REUTERS/Kim Hong-J)
SEOUL, BELTONGEKSPRES.COM – Korea Selatan (Korsel) resmi mencabut larangan investasi lembaga domestik terhadap obligasi berdenominasi mata uang asing yang dikenal sebagai Obligasi Kimchi.
Langkah besar ini mengakhiri pembatasan yang telah berlangsung selama 14 tahun, dan diperkirakan akan memperkuat pasar keuangan serta mendongkrak likuiditas valuta asing di dalam negeri.
Kebijakan baru tersebut mulai berlaku pada Senin (30/6/2025), sebagaimana diumumkan oleh Bank of Korea (BoK).
Dalam keterangan BoK, otoritas moneter Korea Selatan (Korsel) mengumumkan pencabutan larangan pembelian Obligasi Kimchi oleh lembaga keuangan domestik.
BACA JUGA:Investasi Rp100 Triliun! Indonesia Bangun Ekosistem Baterai EV Terintegrasi Terbesar
Kini, institusi yang terlibat dalam aktivitas valuta asing dapat secara bebas membeli obligasi tersebut, meskipun akan ditukar dengan won Korea.
“Langkah ini diharapkan dapat membantu menyeimbangkan penawaran dan permintaan valas, memperkuat likuiditas mata uang asing, serta mengurangi tekanan terhadap won,” jelas BoK dalam pernyataan resminya, dikutip dari investor.id.
Kebijakan ini juga dianggap sebagai strategi untuk mengembangkan pasar obligasi domestik Korea Selatan dengan mengaktifkan kembali pasar Kimchi Bond, yang sempat pasif selama lebih dari satu dekade.
BoK menyatakan bahwa ini sejalan dengan ambisi jangka panjang pemerintah untuk menjadikan Seoul sebagai pusat keuangan regional.
BACA JUGA:Mulai Rp10 Ribu! Ini 5 Investasi Modal Kecil Paling Cuan di 2025
Apa Itu Obligasi Kimchi?
Obligasi Kimchi adalah instrumen utang dalam mata uang asing yang diterbitkan di Korea Selatan oleh entitas domestik atau asing untuk digunakan di pasar lokal.
Nama "Kimchi" digunakan sebagai penanda nasional, mirip dengan istilah "Samurai Bonds" di Jepang.
Pembatasan terhadap investasi dalam Kimchi Bond mulai diberlakukan sejak tahun 2011, menyusul kekhawatiran pemerintah saat itu bahwa tingginya investasi domestik pada utang berdenominasi asing dapat memperburuk posisi eksternal jangka pendek negara.