Mengabadikan Peninggalan Budaya Tulis Lampung Kuno di Era Digital

Pelaksanaan digitalisasi naskah kuno Lampung yang tersimpan di Museum Lampung oleh Perpustakaan Nasional-Ruth Intan Sozometa Kanafi-ANTARA

BELITONGEKSPRES.COM - Sebagai daerah yang memiliki keragaman budaya, Provinsi Lampung menyimpan banyak informasi mengenai kehidupan masyarakatnya sejak tempo dulu, yang tercatat rapi dalam naskah-naskah kuno tersebar di berbagai wilayah, baik di dalam Lampung sendiri maupun di luar negeri.

Hal tersebut menunjukkan bahwa budaya baca tulis telah cukup berkembang di Provinsi Lampung. Kenyataan ini menjadikan Lampung sebagai satu dari 12 daerah yang memiliki aksara (had) asli daerah. Adanya Had Lampung yang terdiri dari 20 huruf induk menjadi penanda berkembangnya peradaban tulis sejak abad ke 17 di "Sai Bumi Ruwa Juarai" itu.

Dalam mengetahui rekam jejak bangsa atau kehidupan masyarakat di daerah pada tempo dulu, kita memerlukan informasi tertulis melalui manuskrip yang tertulis dengan berbagai bahasa dan aksara. Tidak hanya menggunakan had atau Bahasa Lampung, tetapi naskah peninggalan masa lalu itu ada yang bertuliskan aksara Arab, Bahasa Melayu, Bahasa Banten, hingga goresan-goresan simbol yang dibuat "ulun Lappung" (orang Lampung) sebagai sarana komunikasi atau menggambarkan kegiatan sakral di masa lampau.

Manuskrip atau yang dikenal luas sebagai naskah kuno merupakan salah satu bentuk kearifan lokal daerah, yang kini menjadi perhatian berbagai pihak untuk dilestarikan.

BACA JUGA:Tahun Baru Islam Momentum Perkuat Ekonomi Berbasis Syariah

Artefak ini mengisahkan nilai-nilai budaya serta kebiasaan masyarakat adat yang tersusun indah dalam berbagai jenis bahasa serta aksara. Seperti ada yang tertulis menjadi sebuah karya sastra Lampung, meliputi Hahiwang atau puisi bernuansa sedih, Sesikun atau pribahasa, Teteduhan adalah sebuah teka-teki, Memang atau Rajah merupakan mantra-mantra pengobatan, silsilah raja, dan berbagai karya sastra masyarakat Lampung kuno lainnya.

Bahkan, salah satu naskah tertua dari Lampung yang tertulis di kulit kayu dengan judul "Hikayat Nur Muhammad" tersimpan di Bodleian Library, Inggris, sejak 1630 dan hal tersebut menunjukkan bahwa nilai historis manuskrip kuno Lampung penting untuk dilestarikan dan tetap eksis di masa modern.

Dengan adanya kecanggihan teknologi informasi yang serba digital, seperti saat ini, menjadi tantangan tersendiri bagi upaya pelestarian. Hal itu untuk menarik minat generasi muda agar tidak melupakan sejarah nenek moyang di masa lampau yang tercatat dalam sastra lisan naskah kuno menghadapi banyak tantangan.

Selain itu, ada pula tantangan dalam mengubah perspektif masyarakat adat untuk menjadikan manuskrip kuno dari pusaka menjadi pustaka. Hal ini menjadi tantangan yang harus dihadapi di era modern ini, dengan kebutuhan informasi yang amat besar.

BACA JUGA:Antara Akal dan Algoritma Mendidik Manusia Bersama Mesin

Beragam upaya dilakukan untuk menjaga agar naskah-naskah kuno tersebut tetap lestari dan bisa digunakan oleh para peneliti hingga siswa, untuk menelisik kehidupan masyarakat di Lampung di masa lalu.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan digitalisasi naskah kuno agar artefak-artefak tersebut tersedia dalam bentuk digital yang dapat diakses dimanapun, mencegah kerusakan artefak asli, dan meminimalisir hilangnya sumber asli dari naskah kuno.

Dalam pelaksanaan digitalisasi naskah kuno ini, Pemerintah Provinsi Lampung mendapatkan dukungan dari Perpustakaan Nasional pada 2024, yaitu dengan diberikannya alat pengalihmediaan naskah kuno, sekaligus dilakukannya bimbingan teknis pelestarian naskah kuno.

Dari bentuk intervensi tersebut, berdasarkan penuturan Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Lampung Riski Sofyan, telah ada 36 naskah kuno yang ditulis, dipahat, dan diukir di kulit kayu halim, tanduk kerbau, bilah bambu dan kertas Eropa telah terdigitalisasi.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan