Kejagung Selidiki Dugaan Korupsi Digitalisasi Pendidikan Senilai Rp9,9 Triliun di Kemendikbudristek
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengungkapkan, penyidik jampidsus resmi meningkatkan status kasus dugaan korupsi proyek digitalisasi pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudrist-Roy Adriansyah-Beritasatu.com
BELITONGEKSPRES.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah meningkatkan kasus dugaan korupsi proyek digitalisasi pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) ke tahap penyidikan.
Proyek pengadaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) ini berjalan dari tahun 2019 hingga 2023 dengan nilai anggaran hampir Rp10 triliun.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyatakan adanya indikasi kuat permufakatan jahat dalam proses pengadaan. “Ada dugaan kuat bahwa pengadaan ini tidak dilakukan secara fair, melainkan penuh rekayasa,” kata Harli saat konferensi pers di Jakarta, Senin 26 Mei.
Dugaan Pemaksaan Pengadaan Chromebook yang Tak Efektif
Salah satu sorotan utama dalam penyidikan adalah pemaksaan penggunaan perangkat Chromebook. Menurut Kejagung, meskipun sudah pernah diuji coba sebanyak seribu unit pada 2019 dan dinilai tidak efektif, perangkat tersebut tetap diadakan secara massal.
BACA JUGA:Polda Metro Jaya Periksa Rismon Sianipar, Ditanya 97 Pertanyaan Kasus Ijazah Palsu Jokowi
BACA JUGA:Korupsi Kredit Sritex Terbongkar, Istana Tegaskan Penegakan Hukum Tanpa Pandang Bulu
“Perangkat Chromebook membutuhkan koneksi internet stabil, sementara banyak sekolah di daerah masih kesulitan akses jaringan. Ini membuat efektivitas pemakaiannya diragukan,” lanjut Harli.
Diduga, terdapat arahan tertentu yang memaksakan tim pengadaan untuk memilih perangkat tersebut meskipun hasil uji lapangan menunjukkan banyak kendala.
Nilai Proyek Fantastis, Capai Hampir Rp10 Triliun
Proyek digitalisasi pendidikan ini menggunakan dana gabungan dari satuan pendidikan sebesar Rp3,58 triliun dan Dana Alokasi Khusus (DAK) sekitar Rp6,39 triliun, dengan total anggaran Rp9,9 triliun.
“Jika terbukti ada pengadaan yang dipaksakan dan tidak sesuai kebutuhan, maka ini bukan hanya pelanggaran hukum, tapi juga pemborosan besar terhadap keuangan negara,” tegas Harli.
Penyidikan resmi dimulai pada 20 Mei 2025 oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus). Dalam prosesnya, Kejagung akan memanggil sejumlah saksi dari Kemendikbudristek dan berbagai pihak swasta yang terlibat dalam proyek tersebut. (beritasatu)