Sekali Lagi Tentang Urgensi Perpres "Publisher Rights"

Pengunjung memindai kode batang untuk mengakses koran digital pada Festival Literasi Media Digital di Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (9/12/2022). ANTARA FOTO/Basri Marzuki/nz/am.--

Ironisnya, perusahaan pers acap kesulitan memonetisasi konten anti-hoaks sehingga memperdalam persoalan ketidakadilan dalam monetisasi konten.

Di sinilah, intervensi kebijakan publik menjadi penting, apalagi tak ada yang bisa memaksa platform-platform digital membuka algoritma mereka. Pun tak ada yang menjamin mereka bebas dari intervensi pemerintah di mana mereka berbasis.

Kenyataannya, negara-negara seperti Amerika Serikat dan China sendiri kerap saling mencurigai imunitas platform-platform digital mereka dari campur tangan pemerintah mereka atas nama kepentingan nasional, khususnya dalam hal pengelolaan data pengguna.

Amerika Serikat adalah tempat berbasis Meta (perusahaan induk untuk Facebook, Instagram, dan lainnya) dan Alphabet Inc (perusahaan induk untuk Google dan YouTube), sedangkan China adalah tempat berbasis perusahaan-perusahaan teknologi seperti ByteDance yang merupakan pemilik aplikasi berbagi video TikTok.

Kedua negara kerap saling curiga tentang di mana data pengguna disimpan, dan seberapa aman data itu dari kemungkinan digunakan oleh pemerintah mereka.

Untuk semua itu, dan demi pilar keempat demokrasi, transparansi dan keadilan digital antara pembuat dan penyalur konten, mutlak ada aturan pasti seperti Pepres "Publisher Rights".

Jadi, kebijakan menerbitkan "Publisher Rights" layak dibaca sebagai kepedulian Pemerintah RI menjaga eksistensi pilar keempat itu untuk ikut menjaga kehidupan demokrasi yang sehat dan nirhoaks.(*)

*) Oleh: Jafar M Sidik

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan